Lihat ke Halaman Asli

Mobit Putro W.

Bergelut dengan bahasa

Ketika Sampah Akan Membunuh Kita

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tumpukan Sampah

[caption id="attachment_320730" align="alignleft" width="300" caption="Gambar diambil di daerah Aren Jaya Kota Bekasi"][/caption]

Pernahkah Anda melihat orang yang tanpa rasa bersalah membuang sampah sembarangan? Brung! Banyak tempat dan modus yang menjadi favorit orang-orang seperti itu. Mereka biasa menggunakan kali, jalanan, got, tumpukan sampah, belahan jalan atau tempat sampah orang.

Orang-orang yang menyebalkan ini mungkin terjadi di mana-mana, terutama kawasan pertengahan dan perkotaan. Geram, pegal, pening, gatal, itulah mungkin yang kita rasakan ketika melototi oknum-oknum masyarakat seperti itu. Mereka biasanya berpikir ekonomis, sebuah implementasi yang kurang tepat dari sebuah ekonomi. Modal dikit, lebih enak.

Sering kita melihat budaya orang Indonesia yang jorok seperti itu. Mereka benar-benar berpikir praktis dan mencari keuntungannya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Dengan perbuatan pencemaran lingkungan seperti itu, mereka tidak pernah berpikir dampak apa yang ditimbulkan olehnya. Kita semuanya paham, banjir adalah salah satu dampak dampak dari tindakan konyol mereka itu.

Dalam beberapa kesempatan saya melihat seorang-seorang melakukan tindakan itu. Misal saja, sembari berangkat kerja di pagi-pagi buta, atau berangkat ke pasar mereka membawa sampah yang sudah dikemas dalam plastik atau karung. Sampah tersebut kemudian diletakkan di pinggir jalan, di got, di taman atau bahkan lebih gila dari itu, mereka menjatuhkannya di tengah jalan. Hebat bukan?

Kesan awal dulu ketika melihat seplastik atau sekarung sampah adalah jatuh alias tidak disengaja. Nah,

13916501371659372775

tenyata tidak hanya sekali, dua kali, tiga kali saya melihat hal yang sama. Sampah tercecer di tengah jalan. Sering kali ketika berangkat kerja melihat tebaran sampah karena plastik yang sudah pecah terlindas mobil atau motor.

Tidak cukup di situ, sampah-sampah yang tercecer bukan hanya sampah rumah tangga, namun juga sampah-sampah kuliner. Hal itu terlihat betul, jenis sampah yang mengotori jalan yang kita lewati. Kadang jenis sampahnya sejenis dan kuantitasnya lumayan banyak.

Saya yakin, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di daerah saya tinggal, Bekasi. Atau semoga saja hanya terjadi di Bekasi. Jika memang hal itu terjadi di mana-mana, adalah kiamat kecil untuk Indonesia. Jika hanya di Bekasi, berarti banyak hal yang harus dibenahi entah dari cara berpikir masyarakatnya, cara berbudayanya, pemahamannya terhadap dampak yang timbul, ketersediaan tempatnya atau regulasi yang mengaturnya.

Dengan demikian Pemerintah kabupaten/ kota harus memacu kinerjanya untuk membudayakan hidup bersih baik di rumah atau lingkungannya.

Perilaku buruk terkait dengan sampah, memang sudah keterlaluan. Kita tidak pernah tahu mengapa mereka memiliki perilaku yang demikian. Apakah mereka berpikir efisien tidak sudi membayar iuran RT atau RW yang kemudian mengelola sampahnya. Atau pihak pemkab dan pemkot yang tidak pernah jeli melihat karakter masyarakatnya yang demikian parahnya.

Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh. Untuk kota Bekasi, yang memiliki TPA Bantar Gebang (juga digunakan untuk sampah Jakarta) masih banyak ditemukan titik-titik ngeri yang dijadikan tempat pembuangan sampah liar. Sering terlihat tanah-tanah kosong pinggir jalan yang menumpuk sampahnya. Memang, di sana terdapat tulisan “DILARANG MEMBUANG SAMPAH” yang di tulis oleh warga sekitar. Namun toh tulisan itu tidak merubah kebiasaan masyarakat (entah masyarakat yang mana) untuk tidak membuang tempat sampah di sana.

Sekali lagi, entahlah di pihak mana yang lemah sehingga kebiasaan itu hingga saat ini masih muncul.

Belum lagi Kabupaten Bekasi, juga nampak lebih parah. Sampah masyarakat daerah Tambun Selatan banyak memenuhi pinggiran sungai CBL Bekasi. Bos-bos sampah yang mengelola sampah daerah Tambun Selatan membuangnya di pinggiran kali tersebut, sehingga bila kita melalui daerah itu pencemarannya sudah luar biasa. Artinya dari pihak Pemkab belum menyediakan TPA secara resmi.

Hingga detik ini, belum juga ada pernyataan resmi dari Pemkab Bekasi tentang hal tersebut. Budaya masyarakat yang lemah, akan menghancurkan negara bila dikelola oleh pemerintah yang lemah pula. Sumber penyakit dan korban penyakit juga masyarakat juga.

Terlihat juga kebiasaan warga sekitar yang membuang sampah di sungai kecil yang membelah Desa Tridaya Sakti dan Mangun Jaya. Tiap beberapa hari sampah masyarakat menumpuk di dekat jembatan depan Perumahan Yapenmas.

Saya percaya dan yakin, jika pemerintah daerah, pemerintah kecamatan, kelurahan, RW dan RT hingga warga tidak sama-sama peduli, masalah sampah tidak hanya akan mengancam menenggelamkan perumahan warga sekitar karena sumbatannya, namun juga akan membunuh anggota masyarakat melalui jenis penyakit yang disebarkannya.

Oleh karena itu, marilah kita mendisiplinkan diri dengan membuang sampah secara benar agar kesehatan lingkungan dan anggota masyarakat terjaga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline