Lihat ke Halaman Asli

Mobit Putro W.

Bergelut dengan bahasa

Bermimpi Menunggu "Message" dari Kompasiana

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Berani bermimpi adalah ciri orang yang tetap menginginkan lompatan, lompatan setinggi-tingginya. Bermimpi artinya rindu angan dengan harapan suatu saat akan dapat menikmati apa yang diimpikannya. Apapun itu, sebuah kritik, saran, cercaan, hinaan, hadiah, THR, kesuksesan masuk di FREEZ cetak tiap Rabu atau apapun namanya. Lebih-lebih kabar baik dan sesuatu yang akan berakibat baik.

Sering saya berpikir, padahal sudah berkali-kali mencoba untuk berpartisipasi dalam kontes kepenulisan, namun belum juga berhasil menembus lembaran FREEZ Cetak. Jujur, niatan itu ada. Namun sejatinya, tak lain dan tak bukan, tujuannya hanya ingin menggelorakan semangat menulis dan terus memperbaiki kualitas tulisan baik dari sisi ide, bahasa, diksi dan pengembangan ide.

Menulis bukan perkara mudah. Frase ini amat subjektif memang. Ada yang setuju atau tidak setuju dengan frase tersebut. Bagi para penulis, pengarang, para blogger senior mungkin menulis bukan hal sulit, karena mereka telah biasa berpikir kreatif dan menulis.

Berbeda dengan penulis "abal-abal" yang mau nulis masih harus nunggu ide dan kosa kata yang akan digunakan untuk merangkai kalimat. Pun, setelah menjadi kalimat, atau runtutan-runtutan yang mampu mempengaruhi, dia kadang berpikir lebih apakah orang-orang membaca atau tidak. Bila membaca, apakah mereka menyetjui atau tidak. Jangan-jangan bila tidak, mereka akan membuat serangan balik. Macam-macamlah yan dipikir. Mending, setelah berpikir demikian dapat menemukan ide, namun malah diam seribu kata dengan memegangi tuts-tuts komputer.

Tidak jarang, penulis itu menyimpan semangat pencarian sesuatu dibalik keranjingannya menulis. Entahlah apakah yang menjadi misi penulis itu memang hanya menelorkan sebuah karya, atau sebuah karya hanya sebagai media untuk meraih sesuatu, rumah, mobil, kenyamanan hidup, ketenaran atau membenarkan ide yang disebarkannya. Yang pasti, semua penulis, termasuk penulis artikel ini, atau kompasianer-kompasianer yang sangat aktif atau yang nulis hanya "pon kliwon" kadang nulis kaldang tidak, memiliki tujuan di balik rentetan huruf yang terjalin berkelindan merangkai makna.

Semua penulis memiliki kerajaan-kerajaan mimpi, dengan luas yang berbeda-beda, tergantung semangat yang telah, sedang dan akan dibangun dalam aktifitas kepenulisannya. Termasuk, ketika penulis Kompasiana ketika mengikuti berbagai kontes tulisan yang sering diadakan di Kompasiana ini. Minimal, tulisan yag dibuat mampu menjadi wahana untuk membuat dirinya tetap hidup. Bahwa dibaca atau tidak oleh calon pembaca itu urusan kesekian. Belum lagi kita bermimpi tulisan kita akan dilirik oleh redaktur untuk ditampilkan dalam FREEZ cetak.

Kita tak mampu mengais rumput laut di tengah samudra. Kita juga tak punya bayangan kepastian bahwa tulisan kita akan dilirik oleh redaktur akan dicetak di FREEZ cetak, misalnya. Kita pun tak tahu, apakah tulisan kita telah memenuhi kriteria yang mereka perlukan. Bila kita berpikir menurut versi kita, yakin kita bahwa tulisan kita telah memenuhi kriteria itu. Namun, beda kita beda redaktur. Kita oke, belum tentu mereka oke. Karena sejatinya, redaktur itu memiliki prerogasi untuk menilai tulisan yang akan dimunculkan. Itulah hak yang tak akan dapat disentuh oleh penulis.

Wait and see. Mengawasi dan menginventarisasi kekurangan kita adalah solusi terbaik. Menilai diri sendiri harus kita jadikan concern tertinggi ketimbang menilai orang lain. Sesuatu yang terberat itu adalah menemukan kekurang dan kelemahan diri sendiri. Lagi, susah rasanya menyalahkan diri sendiri. Egosentrisme seperti ini hanya bisa diruntuhkan dengan mengakui bahwa tulisan kita jauh dari sempurna. Banyak celah-celah yang harus dikritisi oleh siapapun.

Namun demikian, jangan buang jauh-jauh mimpi kita, bahwa pada suatu saat nanti, kita akan mampu menikmati jejak yang telah kita pajankan selama ini. Bermimpilah, bahwa tulisan kita yang kita "freez"kan di KOmpasiana ini akan segera dibalas oleh redaktur dengan mengirimkan "messages" ke dasbord kita. "SELAMAT, TULISAN ANDA YANG BERJUDUL BLA BLA BLA AKAN KAMI TERBITKAN BESOK RABU TANGGAL BLA BLA BLA. TERUS RAJINKAH MENULIS AGAR KITA MAMPU MENGHARGAI PERBEDAAN ITU"

Berani bermimpi berarti berani untuk kecewa, pun berbahagia, karena tidur itu pasti akan usai....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline