Lihat ke Halaman Asli

Mobit Putro W.

Bergelut dengan bahasa

Pengarang LKS Itu Pecinta Miyabi?

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ditemukannya LKS (Lembar Kerja Siswa) yang diterbitkan oleh CV SM Mojokerto susunan Musyawarah Guru Bahasa Inggris SMP setempat yang mencomot gambar Miyabi yang berpakaian sopan telah menjadi berita yang menghebohkan di dunia pendidikan Indonesia. Hebohnya kasus ini bukan karena seorang Miyabi yang notabene hanya seorang manusia seperti kita semua. Ada seribu cerita yang terangkai hingga foto Miyabi itu ditentang oleh banyak kalangan, terutama mereka yang bergiat di dunia pendidikan.

Tentunya Miyabi memiliki hak seperti banyak orang, laiknya artis-artis top dunia yang lain. Selain Miyabi masih banyak pula orang-orang terkenal yang berprofesi sebagai artis atau pun penyanyi yang mewarnai blantika seni di bumi mayapada ini. Tetapi mengapa orang-orang seperti Miyabi itu dipermasalahkan? Mengapa pula misalnya penampilan gambar, ambil contoh, Arnold Schwarzenegger yang juga sering muncul di buku-buku sekolah tidak masalah?

Tidak ada asap, jika tidak ada api. Asap tidak akan muncul sendiri. Kemunculan gambar walaupun dengan mengenakan pakaian sopan, itu  menunjukkan bahwa masyarakat kita masih memiliki karakter keIndonesiaan yang patut di acungi jempol. Respon yang begitu dahsyat itu menandakan bahwa bidang pendidikan itu memang harus berdiri dalam posisi yang tegak dan mampu memisahkan mana yang layak dan tidak layak, bukan hanya benar dan salah.

Kita masih ingat ketika beberapa pihak menolak kehadiran Lady Gaga beberapa waktu lalu. Spontanitas beberapa anggota masyarakat itu adalah bagian dari dinamika output pendidikan itu sendiri. Alhasil penolakan itu juga menjadi pro dan kontra, bila dikaitkan dengan kebebasan seni dan ekspresi.

Dari perspektif kebebasan seni tanpa batas, kemunculan Miyabi itu pasti tidak salah. Miyabi memiliki hak untuk itu. Hal itu dijamin oleh Hak Asasi Manusia, tak seorangpun bisa menganulir itu semua. Pokoknya biarkan saja bebas, karena itu adalah seni dan keindahan.

Namun demikian, dinamika kehidupan di bumi Pancasila ini masih berjalan dengan baik. Persepsi orang dan sikap orang itu berbanding lurus dengan asupan pengetahuan dan proses penemuan nilai yang akan muncul dalam tindakan riil. Maka tidak heran, ketika muncul gambar Miyabi di sebuah buku LKS yang notabene sering dijadikan buku suplemen di beberapa sekolah, menimbulkan gejolak.

Pertanyaan yang tidak kalah penting dari kasus ini adalah mengapa pengarang yang terdiri atas Sumantri, Moh. Jalil, Giyono dan atas telaah Muhyidin itu memilih Miyabi sebagai representasi materi yang dibahas. Apakah memang tidak ada pilihan lain yang secara sosial moral tidak menaggung beban. Mengapa kalau memang pilihan artis non-pribumi harus Miyabi yang muncul?

Ada beberapa kemungkinan sehingga gambar itu dimunculkan oleh pengarang plus penerbitnya.

1. Kemungkinan pertama adalah bahwa pengarang memang sering menikmati gambar-gambar atau film-film yang dibintangi oleh Miyabi, sehingga pilihan itu jatuh pada artis itu. Atau sebaliknya, mereka tidak tahu sama sekali tentang Miyabi, jadi pemilihan gambar itu tanpa disengaja.

2. Penulis tidak bertanggung jawab atas gambar yang digunakan. Penulis hanya menyiapkan naskah, dan pemilihan gambar diserahkan kepada pihak yang menyeting dan melay-out gambar sehingga penulis tidak mengetahui semua gambar yang ditampilkan.

3. LKS itu memang LKS liar yang hanya ditujukan untuk mencari keuntungan semata. Sehingga sebelum naik cetak dan diedarkan ke siswa tidak dilakukan proof reading sebagai saringan mutu terakhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline