Lihat ke Halaman Asli

Mobit Putro W.

Bergelut dengan bahasa

Sahabatku, Belajarlah dari Kasus Atheis Ini

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di mana Tuhan?" itulah pertanyaan yang sering disampaikan oleh teman-teman kita yang merasa kesulitan mencari Tuhan. Kebelumketemuan Tuhan itu, bagi  kita,  orang-orang yang sudah mampu memahami keberadaan semesta ini ibarat sebagai wujud dari proses usaha yang masih harus dilanjutkan. Tidak akan ada hasil bila tidak ada usaha. Kunci dari usaha itu adalah bersedia menerima pendapat orang lain dan dengan menghilangkan keangkuhan diri.

Kaum ateis di Indonesia ini memang masih banyak. Mereka memiliki komunitas bertukar pendapat dan berdiskusi, walaupun di dunia maya. Dunia maya memang menjadi comfort zone bagi mereka, karena mereka bisa saling bersembunyi di balik  identitas. Di facebook mereka dengan bebas berekspresi laiknya orang yang memang bergerak bebas tanpa penghalang dan aturan. Bahkan hingga sering kita baca dan dengarkan, muncul hujatan-hujatan kepada agama tertentu.

Ketersediaan wadah yang menjadi pemuas batin (baca agama) yang mempercayai keberadaan Tuhan belum juga menjadi media yang cukup bagi mereka. Agama Islam, Kristen, Hindu, Katholik, Budha, Khong Hu Chu atau aliran kepercayaan belum bisa menjawab dan membantu mereka menemukan Tuhan.

Sehingga tidak sedikit dari mereka terjebak dengan perdebatan panjang tanpa dasar, melingkar-lingkar tanpa tujuan. Tidak jarang mereka juga sering mengkambing hitamkan agama-agama yang ada dan dilindungi oleh undang-undang sehingga dinilai sebagai pelecehan terhadap agama tertentu.

Seperti yang dilansir oleh Koran Tempo hari ini (1/3/12), karena asyik beradu argumen melalui akun Facebook, seorang Ateis masuk bui. Lelaki berusia 30 tahun yang bernama Alexander itu digiring ke penjara dengan tuduhan berlapis. Beberapa pasal telah disiapkan oleh Kapolres Dharmasraya Ajun Komisaris Besar Chairul Aziz yakti Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE karena menghina agama Islam melalui media elektronik, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama; dan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.

Pegawai negeri di Badan Perencanaan Pembangunan daerah Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat itu bergabung di komunitas Ateis Minang. Dia di akun tersebut menulis "Tuhan di mana" dan "Tidak ada Tuhan". Kontan saja tulisan Alexander itu membuat MUI dan LSM setempat berang dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib.

Alexander seperti ditulis di Koran Tempo mengatakan, "Tak ada niat saya mencela Islam. Di FB itu saya hanya menuangkan pikiran-pikiran saja. Tak mengira jadi begini".

Tentu penyesalan Alexander sudah tidak bisa diputar kembali. Waktu akan terus berjalan, dan ketika masalah yang melibatkan keteledoran-keteledoran itu tidak dicegah, hal serupa bisa terjadi pada kita semua. Apabila sudah dalam posisi ini, hanya kearifan, kesabaran dan upaya perbaikan diri saja yang kita perlukan.

Pelajaran ini tentunya juga bermanfaat bagi siapa saja. Blogger,  para penulis di dunia maya, dan pengguna sosial media. Termasuk di dalamnya teman-teman yang belum menemukan Tuhan, apalagi sampai pada tahapan melecehkan agama resmi yang dilindungi oleh negara.

Dan terus belajarlah, belajar untuk menemukan kebenaran. Kebenaran bahwa manusia itu nantinya akan meninggalkan nirwana ini.

Semoga bermanfaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline