Lihat ke Halaman Asli

M. Nur Faiq Zainul Muttaqin

Peneliti Muda Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN)

Belajar Bahasa Inggris dengan Memanfaatkan Era Digital

Diperbarui: 8 Mei 2020   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Orang yang tidak mengerti bahasa lain...mereka tidak akan mengerti bahasanya sendiri." Oleh Johann Wolfgang Von Goethe. Walau kita mempunyai bahasa sendiri, yaitu; bahasa ibu sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Tetapi, menguasai bahasa asing juga penting sampai saat ini. 

Terkhusus, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Memang, tidak menguasai bahasa Inggris, tidak akan mempengaruhi kehidupan kita secara langsung. Tetapi, bahasa Inggris ini sangat penting ketika kita sedang berkomunikasi di luar untuk keperluan belajar dan juga menjalin hubungan kerja dengan luar negeri.

Dalam kurikulum kita, bahasa Inggris menjadi bagian penting. Menjadi mata pelajaran yang diujikan di Ujian Nasional (UN) baik di tingjkat SMP dan juga SMA. Serta menjadi syarat kelulusan meraih gelar sarjana, dengan system target skor TOFL (Test of English as Foreigen Language). Namun, bagaimana perkembangan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia sekarang? Apakah sudah baik atau masih sama seperti dulu yang kita rasakan bersama?

Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia masih statis dan kurang inovatif. Banyak faktor yang mempengaruhi; mulai dari kurangnnya tenaga pendidik, banyaknya guru yang tidak kompeten dalam bidang mata pelajaran ini, minimnya praktek , serta terbatasnya sarana dan media pembelajaran, terkhusus yang mengenyam pendidikan di daerah-daerah.

Banyak pengajar di negeri yang masih kurang kompeten, terkhusus di bidang ini. Guru  bisa menjadi problem solver (pemecah masalah) pertama, tetapi bisa juga bisa menjadui troble maker (pembuat masalah) pertama, bagi murid. Karena, pengajar adalah orang-orang yang punya peran besar sebagai penjembatan perkenalan atara si murid dengan mata pelajaran. Jika di masa-masa awal saja, si murid sudah tidak suka, maka kemungkinan besar selanjutnya muridpun tidak akan maksimal untuk menyerap pelajaran.

Di samping itu, sekarang ini masih banyak guru yang memposisikan diri sebagai pengisi bejana. Masih kolot dengan tradisi pembelajaran yang kaku. Hanya memposisikan murid sebagai objek. Menjadikan murid selamanya sebagai bejana yang harus diisi dan akan terus kosong ketika tidak diisi dengan materi ilmu. Padahal, metode yang lebih tepat untuk guru masa sekarang bukanlah filosofi pengisi bejana. Tetapi lebih tepatnya  filosofi pemantik api. Hampir sama seperti lebih baik memberikan pancing, dibanding memberikan ikan. 

Seorang guru tetap menyampaikan materi, tetapi harus menerapkan system pemantik yang membuat si murid ini tetap semangat belajar dan mencari, walaupun ada atau  tidak ada guru. Bahkan, idealnya siswa ini semakin penasaran dengan materi yang tingkatannya lebih sulit walau belum pernah diajarkan. Sampai-sampai si murid ini, tetap dengan dengan semangat membara mengejarnya.

Tetapi, faktanya sampai sekarang inipun pembelajaran masih terfokus dengan buku LKS dan lebih sibuk berkutat dalam memahami grammar yang dari dulu ya begitu-begitu saja, walau juga terdapat pembelajaran listening dan reading yang kurang ditekankan. Keberhasilan siswa juga ditentukan  di pengerjaan soal yang tingkat keberhasilannya ditentukan oleh nilai dalam kertas. 

Bukan berarti tidak menghargai adanya pembelajaran lewat LKS ini. Bahasa yang intinya, kita belajar sarana komunikasi, tapi kita pelajari seperti mempelajari rumus-rumus eksak, dihafal tapi kemudian ilang. Kita telah lupa dengan esensi sebenarnya, mengapa kita harus belajar bahasa? Yang intinya sebagai sarana praktis komunikasi dan memahami.

Setelah lulus SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi kita lupa dengan apa yang telah kita pelajari sebelumnya. Bayangkan, belajar bahasa bertahun-tahun bahkan ada yang direla-relain mengikuti kursus bahasa tetapi tidak ada apapun yang didapat. Selain lembar kertas yang paling akan kita gunakan untuk melamar kerja.

Perlu dipahami bersama. Bahasa adalah tentang kebiasaan. Penguasaan bahasa yang kita miliki, semua dikarenakan kebiasaan yang telah kita lakukan secara istiqomah ditambah lagi tuntutan taktis dan teknis komunikasi sosial di lingkungan kita. Semua, karena kita berbicara, mendengar, membaca, menulis, dan memahami suatu bahasa yang membuat kita, akhirnya menguasai bahasa tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline