Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

U-distopia | Kita akan Masuk ke Fase Dungu

Diperbarui: 5 Februari 2023   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com

Manusia-manusia posmo hampir lepas sepenuhnya dari retorika isme-isme dan dogma yang menjanjikan utopia. Ketika dunia sedang memasuki era post-truth untuk menyempurnakan libido purbawi kepada pemenuhan ego, otoratianisme, supremasi kekuasaan dan dinasti politik, wajah penuh harap itu kemudian dipalingkan kepada AI Governance System.

Ini adalah sebuah sistem pemerintahan global dalam kesetaraan dan pemenuhan kebutuhan serta fantasi manusia tanpa kecuali. Sebuah sistem yang dibantu oleh mesin pembelajar akan memetakan seluruh kebutuhan dan angan-angan manusia.

Usai Society 4.0 menjadi sempurna, manusia lekas-lekas memasuki Society 5.0 ketika tubuh biologis yang memuat biotech menyatu dengan algoritma big data (infotech). Ini akan menjadi singularitas teknologi dengan ledakan kecerdasan yang amat sulit diprediksi, dan tentu saja: tanpa batas. Sebab para robot akan melipatgandakan kecerdasan mereka melalui deep learning detik per detik.

Fenomena ini dapat didorong secara masif, ketika AI Governance System telah mengambil alih pekerjaan banal para politisi dalam mengurus tiap-tiap negara yang ada di muka bumi.

Titik lemah manusia seperti human error, distorsi moral, keterbatasan fisik, kerentanan terhadap wabah dan peretasan pikiran, menjadi faktor pendorong agar segala urusan segera diserahkan kepada kecerdasan mesin-mesin yang sudah dikunci untuk tunduk kepada pelayanan kemanusiaan.

Apa yang menjadi kegelisahan global seperti kelangkaan pangan akan disambut oleh bioteknologi, sistem korup akan dituntaskan oleh blockchain, dan keputusan-keputusan penting akan diambil alih oleh kecerdasan buatan tanpa cela. Penyakit dan proses penuaan akan disudahi oleh teknologi nano dan regenerasi sel.

Kitab-kitab yang bercerita tentang surga seperti disalin seluruhnya oleh masa depan. Tanpa kelaparan, kelangkaan, kecemasan, ketidakpastian, pemborosan, yang kemudian disempurnakan dengan keabadian dan tanpa proses penuaan. Manusia menulis ulang kehidupan mereka mulai alfa hingga omega.

Tapi jika demikian adanya, apakah semua akan final? apakah manusia akan nyaman-nyaman saja ketika hasrat mereka dapat diraih semudah kedipan mata? Tidak. Manusia tidak lahir dengan hasrat komedi. Jika diminta memilih antara tragedi dan komedi, secara otomatis manusia akan memilih komedi. Tapi tidak akan sesederhana itu.

Tragedi dan komedi adalah dua tema besar nan dikotomis di atas kanvas kehidupan kita. Filsafat Barat memihak tragedi sebagai inti kewaskitaan dan faktanya entah apa sebab, manusia selalu ingin menjadi bagian dari tragedi.

Sementara sejarah dunia abad demi abad ditulis dengan tinta emas untuk menyepuh merah darah tragedi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline