Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Rumpun Melayu dalam New World Order

Diperbarui: 14 Juni 2022   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: i.ytimg.com

Begitu menapakkan kakinya di bumi Nusantara, Franciscus Xavierus, misionaris besar Portugis yang pernah datang ke Tanah Air segera menjalankan misinya. Namun tidak ada bahasa pengikat paling cair dan terstruktur yang dapat diserap dengan cepat oleh penduduk lokal bahkan di gugus paling timur, Ambon, Ternate, dan Halmahera, selain bahasa Melayu.

Menurut catatan Arthur Hyman dalam Philosophy in The Middle Ages: The Christian, Islamic, and Jewish Traditions (New York: Harper & Row, Publishers), sepanjang 1546 hingga 1547, Xavierus telah menyebarkan Katolikisme di antara penduduk bagian timur Nusantara tersebut dengan menerjemahkan buku Credo, Confession Generalis, Pater Noster, Ave Maria, Salve Regina, dan Sepuluh Perintah Tuhan ke dalam bahasa Melayu.

Kitab-kitab berbahasa Melayu ini sepertinya telah lebih cepat puluhan tahun ketika Hamzah Fansuri (1589--1604) menulis Syair Burung Pungguk atau prosa Asrar al-Arifin di bagian paling barat pulau Sumatra. Justru tinggalan manuskrip Hamzah Fansuri, terus menjadi pegangan empiris para pakar Bahasa dalam cakap-cakap superfisialitas tentang asal mula Bahasa (Melayu) Indonesia.

Telah disaksikan oleh dunia di abad pertengahan, bahwa Melaka yang berbahasa Melayu telah menjadi episentrum ekonomi rempah global bahkan sebelum Eropa menurunkan ekspedisinya. Melaka disebut Tome Pires (1515) mampu mengalahkan gemerlap Venezia, sebuah bandar dagang dunia paling historical tempat Marco Polo dilahirkan. Melaka adalah etalase bagi jantung perkebunan rempah Maluku. Kemiripan nama antara keduanya bisa saja menjadi enigma.

Ini adalah soal tumbang dan tumbuhnya sebuah imperium. Ketika rezim baru bangkit -biasanya melalui revolusi- maka ia dengan sendirinya akan mengubah semua peradaban mencakup hukum, budaya, bahasa, dan sistem finansial. New World Order adalah titik nol kilometer dengan pembersihan Tatanan Dunia Lama.

Dibanding betapa kecilnya peta Eropa, bahasa Melayu kala itu telah menjelajah lebih luas dari apa yang pernah berlangsung atas Bahasa Inggris. Tapi sejarah selalu ditulis oleh pemenang, sementara Melayu berada di luar atau tidak dicatat sebagai pelaku dalam siklus Tatanan Dunia Baru (New World Order) atau Novus Ordo Seclorum. 

Saya ingin menjauhkan istilah ini dari Teori Konspirasi yang berkaitan dengan Illuminati dan Fremasonry atau ramalan akhir zaman dan kemunculan Dajal. Tatanan Dunia Baru di sini adalah tentang pola berulang atau siklus dalam bentukan peradaban dunia.

Ini adalah soal tumbang dan tumbuhnya sebuah imperium. Ketika rezim baru bangkit -biasanya melalui revolusi- maka ia dengan sendirinya akan mengubah semua peradaban mencakup hukum, budaya, bahasa, dan sistem finansial. New World Order adalah titik nol kilometer dengan pembersihan Tatanan Dunia Lama.

Seperti dipetakan oleh Ray Dalio, penulis buku The Changing World Order. Ia telah meneliti periode ekonomi dan politik paling bergejolak dalam sejarah untuk mengungkapkan mengapa zaman di depan kita kemungkinan besar akan sangat berbeda dari yang pernah kita alami dalam hidup. Dan untuk menawarkan saran praktis tentang cara menavigasinya dengan baik, Dailo berhasil mengidentifikasi metrik dari sejarah itu yang dapat diterapkan untuk dipahami hari ini.

Pola New World Order, terjadi secara pasti dan berulang setiap 100 tahun sekali dengan masa transisi 40 tahun, dan dalam pengamatan siklus besar selama tiap 500 tahun. Dimulai dari bangkitnya imperium, kerajaan atau negara baru yang keluar sebagai pemenang dalam sebuah kompetisi global.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline