Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Mengapa Sains Islam Hanya Bertahan 500 Tahun?

Diperbarui: 29 Maret 2021   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: michaelrdjames.org

Saat ditanya oleh Napoleon Bonaparte, Pierre Simon Laplace dapat menjelaskan teorema dan postulat alam semesta tanpa tempat bagi Tuhan. Tapi lewat Principia, Isaac Newton justru menegaskan gerak semesta dipicu sang Maha Cerdas, ada Tuhan dalam teori gravitasi, dan dalam fisika manapun.   

Ketika sains dirajang, saintis gagal menemukan Tuhan di dalam hukum Fisika. Tidak dalam matematika pun kimia atau biologi. Padahal sains kata Galileo, adalah cara Tuhan berbicara kepada manusia, dalam bahasa matematika. Galileo teguh meski dia diburu oleh "kaki tangan" Tuhan hanya karena mengatakan bumi ini bulat.

Menyusul revolusi industri, ilmuan Barat membaringkan tuhan di ranjang kematiannya. Tuhan mereka yang dulu tegap dan bergegar di atas ketinggian, makin dilihat lemah dan terlalu tua. Asbab, kisi-kisi teologi yang mereka dapatkan dipenuhi hutan larangan bagi pijakan logis sains.

Sehingga Newton bagi mereka, dapat menjelaskan mekanika dan kalkulus, atau optika dan hukum gerak dengan sempurna tanpa perlu menambah catatan kaki tentang Tuhan. Tuhan adalah bonus yang dibawa Newton yang bisa didapatkan secara terpisah.

Baik teis dan ateis di sana masih mengelukan Albert Einstein, kemana sang genius ini berpihak. Frasa Tuhan tidak sedang bermain dadu, menurut kaum teologis adalah konfirmasi bahwa Einstein lebih dari seorang agnostik.

Namun Richard Dawkins melalui The God Delusion, mencoba membocorkan bukti-bukti bahwa Einstein keluar dari belief system. Bahkan di sampul bab pertama buku tersebut, ia mengutip Einstein: I don't try to imagine a personal God; it suffices to stand in awe at the structure of the world, insofar as it allows our inadequate senses to appreciate it. __ Albert Einstein.

Lalu apa yang terjadi dengan eksistensi sains dalam lini masa Islam? Saya ingin mengutip Bertrand Russell, seorang Filsuf, ahli matematika dan Peraih Nobel sastra (1950) dari Inggris. Dia menyebut, antara teologi dan ilmu pengetahuan terletak suatu daerah tak bertuan. Daerah ini diserang baik oleh teologi maupun sains. Daerah tak bertuan ini adalah filsafat.

Dunia Islam terutama Jazirah Arabia memiliki 500 tahun tak terpatahkan, himpunan decak kagum para pemikir Barat yang mekar sesudahnya. Di jazirah ini, Alexander the Great, murid Aristoteles mencecerkan buku - buku filsafat Athena, yang justru dibakar dan disembunyikan di negeri asalnya.

Filsafat adalah ibu kandung ilmu pengetahuan. Ia yang melahirkan sains dan menegurnya bila sains berpuas diri. Menyusul munculnya kaum Aristotelian dan Neo-Platonik di Jazirah Arabia, wilayah ini menjadi ibukota sains dunia.

Sebelum Florence terkesima oleh kuntum renaisans, dimulai seribu tahun sebelum itu, para pemikir Islam sudah menjadi ahli pada bidang astronomi, astrofisika, arkeologi antropologi, kedokteran, farmasi, biologi, neurosains, kimia, ekonomi, sosiolog, geografi, ilmu bumi, matematika, fisika, psikologi, psikiatri, neuropsikologi, sains politik, sejarawan, dan desain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline