Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Neokolonialisme dan Musuh dari Dalam

Diperbarui: 23 Desember 2019   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: weebly.com

Manusia tidak merdeka di dalam dirinya. Mereka terjebak di dalam oposisi biner, yakni mempertentangkan dua hal yang saling bertubrukan. Manusia selalu terbelah, dalam banyak biner. Selama di bumi, manusia tidak damai, karena mereka tidak memerdekakan dirinya. Benarkah?

Untuk bebas, menusia harus memahami eksistensinya. Adalah Jean-Paul Sartre yang mengumandangkan Filsafat Eksistensialis-Humanisme. Selaku esksitensialis, Sartre berangkat dari ketiadaan menuju kemanusiaan.

Berbeda dengan humanisme abad Renaisans. Filsafat Sartre dapat dianggap sebagai analisis yang kejam terhadap situasi manusia dalam "Tuhan telah mati", yang telah diagungkan Nietzsche sebelumnya__(meski sangat radikal perihal ketuhanan, filsafat Nietzsche dianggap ada gunanya untuk menghantam kemapanan dogmatis yang menjajah pikiran Eropa ketika itu.)

Keberadaan manusia menurut Sartre mendahului dirinya sendiri. Kehidupan manusia itu bukan nihilis (Nihilisme Nietzsche yang putus asa). Eksistensi mendahului esensi (existence comes before essence). 

Bagi Sartre, manusia harus menciptakan esensinya sendiri, karena esensi itu tidak ditetapkan sebelumnya. Setiap orang punya eksistensi sebagai manusia, tapi mereka punya kehendak bebas untuk menciptakan esensi sehingga memberi arti bagi kehidupannya.

Adalah juga tidak bisa tidak, bumi sesungguhnya terdiri dari dua fraksi yang saling berperang. Fraksi pertama kata Sartre adalah pemilik dunia yang sering disebut sebagai kaum Kolonial, dan fraksi kedua adalah kelompok hegemonis pemakai yang sering disebut dengan kaum Terjajah.

Di antara kedua kelompok ini terdapat kaum Perantara, yang terdiri dari orang-orang borjuis bedebah, para penguasa licik yang korup dan raja-raja feodal. Seperti majikan tua yang arogan, kolonialisme akan tetap ada dengan bentuk baru yang kita kenal sebagai neokolonialisme.

Dalam Colonialism and Neocolonialism-, neokolonialisme didefinisikan sebagai praktik kapitalisme, globalisasi, dan pasukan kultural imperialisme bahkan ideologi komunisme untuk mengontrol sebuah negara sebagai pengganti dari kontrol politik atau militer secara langsung.

Kontrol tersebut bisa berupa ekonomi, budaya, atau linguistik; dengan mendiktekan budaya, bahasa atau media di daerah jajahan mereka. Korporasi yang tertanam di dalam budaya dipercaya dapat membuat kemajuan yang lebih besar dalam membuka pasar di negara itu. Neokolonialisme adalah sebentuk upaya jinak untuk mendominasi segalanya di tanah jajahan.

Dengan pikiran yang merdeka dari oposisi biner, kita dapat merasakan siapa neokolonialis yang sedang menjajah negeri ini. Dengan cara memerdekakan diri dari kontaminasi biner politik dan ideologi parsial yang kita anut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline