Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Republik Para Pendongeng

Diperbarui: 26 Oktober 2019   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disneyland: imgix.bustle.com

Selain diliputi dengan pepohonan, sungai, api, takut dan libido, dunia manusia juga berisi tentang uang, tuhan, demokrasi dan merek. Manusia juga membentuk kegelisahan dan kerinduannya sendiri berdasarkan sejarah yang sekeping-sekeping.

Manusia memaklumkan kepada planet ini bahwa mereka telah membuat sejarah, tapi sejarah itu sesungguhnya berkisar antara jaringan cerita-cerita untuk tidak disebut dongeng. The Fed telah mengarang dongeng sebelum tidur bahwa Dolar setara emas. Maka kita cemas lalu memuja dolar seperti tuhan matahari dan pohon yang disembah moyang kita dari dongeng 'The Fed' purba.

Selamat! Kita telah berhasil melompati zaman batu Megalit untuk mendarat di zaman digital silikon, tapi kita adalah Sapiens yang sama: butuh kesamaan persepsi dalam mitos. Bahkan kita jauh tenggelam ke dalam dongeng itu, lebih tenggelam lagi dari sebelumnya.

Sebagai misal, kita memercayai uang kertas seharga beberapa sen ongkos cetaknya untuk ditukar apa saja, ketika tetua kita dulu menukar cangkang kerang dengan padi-padian dalam nilai yang setara. Yang membaca hanya setengah keping sejarah uang akan menyebutnya sebatas alat tukar.

Dongeng The Fed pernah mengempaskan Jerman, Zimbabwe, Argentina bahkan Indonesia. Jerman atau Zimbabwe pernah membeli sepotong roti dengan dua peti uang. Karena dongeng akan tetap dongeng: satu USD akhirnya sama dengan 35.000 triliun Dolar Zimbabwe.

Usai menyembah kekuatan magis pada pohon besar tua dan suara-suara yang keluar dari dalam gua, kita yang kekinian terpesona pada Microsoft, Apple, Ferrari dan sepatu Nike. Melompati nilai intrinsik pada dirinya, semua merek tersebut berhasil menciptakan mitos, lalu bertemu dengan mitos uang: maka kita semakin berada dalam dunia dongeng.

Tak salah bila Plato dalam Myth of The Cave menyebut bahwa dunia realitas kita hanyalah bayangan dalam gua sementara agama menyebutnya sebagai senda gurau. Manusia bersenda dalam banyak hal dengan cara memahami hal setengah - setengah, ketika yang lainnya menebar dongeng tentang sebuah republik.

Amanat demokrasi dan perintah dari telunjuk Kaisar Hammurabi, masih tercampur di laboratorium Thomas Alva Edison dalam percobaan yang ke 217. Ketika ia butuh hampir 1.000 percobaan untuk melahirkan lampu pijar.

Para birokrat ribuan tahun dahulu mencatat pajak dalam gulungan papyrus untuk tiap desa dan melaporkannya ke Memphis, tempat Fir'aun bertahta. Sekarang akan sama saja, bahkan lebih dongeng lagi dan terus beragam. Bila Fir'aun berhasil mentransfer pajak menjadi Piramida, Sphinx dan balsem kematian maka pajak kita laksana dongeng sepatu Cinderella yang tercecer.

Google yang sama saktinya dengan bola kristal zaman Aladin, tak mampu mendeteksi kemana uang pajak kita yang sebenarnya pergi, lalu ilmu matematika dari zaman Babilonia sampai Silicon Valley langsung pura-pura mati bila disuruh membongkar brangkas republik ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline