Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Bila Demikian, Sidang Sengketa Pilpres Hanyalah Entertainment

Diperbarui: 22 Juni 2019   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prosesi Sidang Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi. (F: Tirto)

 

Mata Indonesia sedang terunjam ke ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), siapa kemudian yang akan dimenangkan? Ruang sidang ini tidak semata menjadi lokus penelanjangan, tapi juga lokus dialektika para cendika hukum. Jika ada dialektika mestinya ada logika.

Saya mencoba membuka tulisan ini dengan mengambil kalimat penting dari tulisan Alan Woods and Ted Grant berjudul Formal Logic and Dialectics of Reason in Revolt (1995). Begini katanya, pemikiran abstrak yang sepihak, yang terwujud dalam logika formal, telah membawa kerugian besar bagi ilmu pengetahuan dengan mengucilkan dialektika. 

Padahal, hasil-hasil nyata yang telah dicapai ilmu pengetahuan telah menunjukkan bahwa, ujung-ujungnya, pemikiran dialektik jauh lebih dekat dengan proses nyata yang terjadi di alam dibandingkan abstraksi linear dari logika formal.

Penghadiran saksi ahli dalam ruang mahkamah mau tidak mau membuka dialektika hukum berdasarkan keilmuan karena hal tersebut adalah sesuatu yang inheren dan absolut pada dirinya. 

Sehingga saksi ahli tidak semata menjadi kuasa hukum tersamar yang meninggikan dalil - dalil parsial, mereka harus holistik untuk membuka ruang dialektik. 

Meskipun sintesis tidak mungkin (ingin) hadir secara eksplisit dan para hakim harus mampu menyerap semua dalil dan narasi ilmiah secara konklusif atau membuat simpulan.

Hal yang menyita atensi dalam sidang sengketa pilpres hari-hari ini adalah adanya asas yang berbunyi "barang siapa yang mendalilkan, maka dia harus membuktikan" atau dalam bahasa Latin dikenal sebagai actori incumbit probatio. Artinya beban pembuktian ada pada pemohon.

Deretan pertanyaan tentu akan muncul, bagaimana bila pemohon tidak cukup kuat menghadirkan pembuktian? Bagaimana bila pemohon tidak mendapatkan akses atau pihak termohon memblokade semua upaya pembuktian? 

Apakah Negara akan hadir guna memberikan jalan keadilan, ketika misalnya ia diduga justru menjadi instrumen kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif? Apakah ini tidak menjadi mirip seperti David melawan Goliath?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline