Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Hukum Besi Oligarki

Diperbarui: 19 Februari 2019   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: bluestatedaily.com

 

Bila kita tidak dijajah Belanda, mungkin kita dijajah imperium monarki mana saja yang bisa menyintas dari tembakan senjata api. Selama di sana ada hukum besi oligarki, maka tidak ada yang berbeda.

Kita boleh mengutuk kolonialisasi Eropa, tapi sebelum itu kita berada di bawah rezim hegemoni kolosal yang membungkam. Ketika mengumpat soal kejinya imperium Britania Raya, orang-orang India memuja-muji warisan keagungan Mughal dan Delhi yang juga merupakan penakluk asing.

Tapi begitu mereka tersadar, bahwa budaya otentik mereka bukan dari sana, mereka justru terjebak kepada romantisme silam dari Kerajaan Gupta, Kushan, dan Maurya yang menindas. Seperti bila kita yang syahdu dalam pelukan sejarah Melaka dari dinasti Sang Sapurba yang juga orang asing, dan sebelum itu meringkuk dalam jajahan Sriwijaya dan Majapahit.

Dalam menjalankan sembari melama-lamakan kekuasaannya hingga ke garis keturunan tak hingga, seorang penguasa dan barisannya akan melakukan apa saja. Mulai dari tangan besi oligarki, praktik ekonomi yang ekstraktif, upeti tinggi dan kerja paksa. Bahkan dengan cara memelihara kebodohan.

Cara terakhir ini pernah dilakukan banyak tiran, dengan melumpuhkan sejumlah proposal teknologi tinggi agar kekuasaannya tetap sejati. Di antara tahun 69 sampai 79 Masehi, Kaisar Vespasianus pernah didatangi seseorang yang menemukan alat pengungkit untuk mengangkut pilar-pilar raksasa ke lokasi pembangunan Capitol, sebuah kastil megah di kota Roma.

Proposal itu ditolak, karena sang kaisar tak ingin terjadi pemecatan besar-besaran terhadap tenaga pengangkut yang dapat berujung kepada ketidakstabilan politik. Sementara Kaisar Tiberius menghabisi seorang penemu kaca anti pecah, karena kuatir harga emas akan terpuruk, setelah memastikan tidak ada orang lain yang sudah mengetahui formula tersebut.

Inovasi telah memunculkan penghancuran kreatif yang ditakuti akan merusak stabilitas politik yang mengancam kekuasaan. Sikap seperti ini yang kemudian menjadi cacat sejarah, sehingga perkembangan teknologi dunia mengalami stagnasi dalam ribuan tahun.

Ketika Romawi masih berbentuk republik (510 SM - 49 SM), negara ini memiliki catatan laju inovasi yang mencengangkan seperti teknik konstruksi, semen, pompa dan kincir air, persenjataan logam, tradisi baca tulis hingga alat pembajak tanah. Namun begitu munculnya era kekaisaran Romawi (49 SM - 476 M), semua inovasi seolah dibungkam karena diyakini akan meruntuhkan tahta raja.

Embrio industrialisasi tekstil dunia setidaknya dimulai dari seorang William Lee yang ingin membebaskan bangsanya dari rutinitas merajut topi secara manual dan membosankan. Sayangnya alat bernama stocking frame itu ditolak mentah-mentah oleh Ratu Elizabeth I (1558 -- 1603).

"Kau terlalu ambisius, Master Lee. Coba bayangkan dampak yang ditimbulkan mesin buatanmu itu terhadap rakyatku yang hidup melarat. Mereka pasti makin sengsara sebab mesinmu itu jelas-jelas membuat mereka menganggur dan akhirnya menjadi peminta-minta".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline