Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Kesadaran Kosmik dalam Sastra Milenial

Diperbarui: 12 Desember 2018   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: shutterstock

Bagian Terakhir

Makalah Seminar Internasional: Peran Penyair dalam Sejarah

Aston Hotel Tanjungpinang, 30 November 2018

Oleh: Muhammad Natsir Tahar

Kosmos adalah keteraturan dalam sebuah sistem semesta, bermula dari titik nol hingga kembali menjadi nol. Ia adalah struktur berskala besar, sehingga Melayu harus dipahami secara holistik dan serentak bukan parsial dan uji petik. Agar generasi Melayu ke depan dapat menjadi Ratu Adil bagi sejarahnya sendiri.

Melayu bukan hanya kilau emas, tahta ratna mutu manikam trah Sang Nila Utama. Melayu bukan sebatas lipatan - lipatan tanjak yang memanjakan mata, bukan tenun kebaya Labuh, bukan songket berpernik, keris Taming Sari dan silat Hang Tuah, bukan Zapin menghentak, bukan cuma Makyong dramatik atau Gurindam 12 yang sakral bagai kitab suci.

Tapi Melayu bisa juga tentang segala primitif dan aboriginal-nya klan Austronesia yang berkayuh melintasi samudera, sampai ke Kepulauan Melayu, menabur benih dan melahirkan kita sekarang. Melayu adalah juga tentang Proto dan Deutro gilir bergilir, memancangkan hidupnya di tanah ini. Mereka datuk moyang kita. Jika keris dan Jembia adalah Melayu, maka Kapak Batu dan Flakes juga Melayu.

Melayu bukan sebatas keanggunan Lingua Franca yang diangkat menjadi bahasa pengantar untuk menyeberangi Nusantara, tapi ia adalah sebuah konstalasi dari rumpun bahasa Austronesia yang mencakup Formosa, Mikronesia, Melanesia, Polinesia hingga Madagaskar. Melayu bukan pula tentang Lancang Kuning Berlayar Malam tapi juga tentang kolek kuno sezaman bahtera Nuh.

Tugas sastra milenial adalah meregangkan pita kosmos pengembaraannya dari ujung ke ujung sehingga tak ada lagi yang tersisa untuk dibicarakan. Bukan lena sendiri dengan puisi-puisi egosentris ranjang pribadi yang sempit sedepa atau kegayutan yang sangat kuat kepada radius kampung halaman. Diksi-diksi bahari yang selama ini mengambil ruang sempit primordialisme teritorial, agaknya perlu menampilkan dirinya dalam ruang dan waktu sejarah dalam medium semesta.

Tugas lain dari kerja sastra milenial tidak hanya pengabdian penuh kepada estetika metabahasa, namun juga tidak menanggalkan tugas suci sebagai pembawa pesan etika moral. Sastra dan puisi sebagai kendaraan makna dan aksioma tidak melulu mencitrakan dirinya, namun juga tanggung jawabnya sebagai aksara sosial.

Sebagai teraju, Kuntowijoyo telah menggagas Sosiologi Profetik. Pertama, sosiologi profetik memiliki tiga nilai penting sebagai landasannya yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Ketiga nilai ini di samping berfungsi kritik juga akan memberi arah, bidang atau lapangan penelitian. Kedua, secara epistemologis, sosiologi profetik berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini bertentangan dengan positivisme Auguste Comte yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline