Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Kita Bisa Punya Sepasang Mata yang Menyesatkan

Diperbarui: 5 Maret 2019   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: https://aws-dist.brta.in

Bila kita mendefinisikan kebenaran atau memilah mana benar dan salah hanya melalui apa yang terbaca, terlihat dan terdengar, maka kita sedang berada pada tingkatan terendah dalam struktur pengetahuan manusia. Masih ada tingkatan - tingkatan selanjutnya yang hanya dilakukan sedikit orang.

Dalam perspektif filsafat ilmu terdapat beberapa struktur pengetahuan manusia dalam menangkap kebenaran. Umumnya kita sudah puas pada tingkatan pertama yakni penalaran indrawi atau faktual. Atas bekal itu pula kita - dengan berani - membuat pilihan - pilihan atas ideologi, politik dan bahkan agama. Tingkat pertama ini tidak berfungsi secara lengkap, tidak  terstruktur, dan pada umumnya kabur. Ciri lainnya, berjibaku pada teks tapi lemah dalam konteks.

Penalaran indrawi kemudian menyuburkan praktik - praktik pembingkaian fakta atau framing dan penyesatan fakta atau hoax. Karena pelakunya atau yang berkepentingan atas itu percaya bahwa fakta - fakta yang dimunculkan akan dilayani sebagai kebenaran.

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan humanis sekaligus menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Untuk itu manusia harus berusaha meng-up grade level kebenaran indrawi yang mereka pegang teguh selama ini kepada berbagai tingkatan di atasnya demi menjaga validitas kebenaran itu sendiri.

Di atas tingkatan kebenaran indrawi, disebut tingkatan ilmiah. Level ini memerlukan pembuktian empiris yang kemudian diolah dengan rasio. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian ilmiah yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Epistemologis membahas metodologi ilmu pengetahuan dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Kemudian aksiologi menyangkut tujuan dengan mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis.

Di atas ilmiah adalah tingkatan filosofis, di mana seseorang harus menajamkan rasio dan pikiran murni dengan perenungan mendalam yang semata -mata untuk meninggikan nilai kebenaran. Tingkatan tertinggi adalah religius, yakni kebenaran mutlak yang bersumber dari Sang Maha Pencipta dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dan iman.

Maka tingkatan religius tidak sepadan untuk didebatkan pada tingkatan kebenaran di bawahnya, apalagi hanya dengan modal indrawi-faktual, sebagai perangkat yang paling sederhana dan paling lemah dalam menemukan hakikat kebenaran. Mata adalah medium penghubung antar kosmos untuk melihat fakta semesta, tapi bukan bagian dari esensi. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline