Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Natsir Tahar

TERVERIFIKASI

Writerpreneur Indonesia

Munajat Syawal Seorang Peterpan

Diperbarui: 15 Juli 2016   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ilustrasi - postmetro.net

Wahai Khaliq, Tuhan Yang Maha Pencipta. Hamba adalah air hina mula-mulanya. Ketika segumpal darah tercipta di dinding rahim. Ketika daging membungkus belulang, ketika roh ditiupkan, ketika jantung mulai berdegup. Lalu hamba menjadi makhluk baru, yang menangis dan bernafas. Tidaklah Engkau ciptakan hamba kecuali hanya untuk beribadah kepadaMu.

Tapi lihatlah apa yang terjadi ya Bashir. Hamba hanyalah manusia hampir. Hampir seperti yang Engkau ridhoi sekaligus hampir seperti orang yang Engkau murkai. Di dalam dunia ini hamba seperti semak – semak. Banyak jumlahnya tapi sedikit faedahnya atau justru seumpama gulma yang menyusahkan. Sedangkan Engkau menurunkan manusia ke muka bumi untuk menjadi kalifah penuh manfaat. Kalifah yang beribadah kepadaMu, bukan semak-semak yang hampir.

****

Ya Allah, ya Qaadir, menolehlah kepada hamba barang sebentar. Ketika Engkau berfirman tentang hakikat penciptaan manusia, hamba bahkan tak pernah ambil tahu untuk apa hamba diciptakan. Kalau bukan karena moyang hamba dari rumpun Melayu yang Muslim, mungkin saat ini hamba seorang pembakar dupa di kuil pagan, atau pembaca khotbah dari kitab yang lain, atau bahkan seorang demit anti tuhan. Lalu mengapa moyang hamba Muslim sedang yang lain tidak? Sesungguhnya dalam samudera ilmuMu, kail sejengkal hamba tak pantas untuk menduga kedalamannya.

Ya Mushii, yang Maha menghitung. Dimulai dari belajar mengaji dan sembahyang di surau dahulu, hamba menganggap bahwa hamba telah beribadah kepadamu. Sebagai semak – semak yang hampir, hamba pun tergoda untuk mengejar pahala agar masuk surga. Guru agama kami telah membawa kabar gembira tentang negeri akhirat nan indah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tapi dia lebih acap menakut-nakuti kami dengan neraka yang menyala-nyala, yang bahan bakarnya iblis-iblis. Jadilah hamba seseorang yang beribadah karena takut dibakar.

Beribadah secara hamba adalah ritus yang berulang-ulang seorang paranoia. Tunggang tunggit dalam shalat tapi tak paham makna bacaannya. Kami diajari mengaji, hanya untuk tartil, membaca yang benar dan memerdukan suara. Bahkan dengan lancang kami mengambil potongan-potongan firmanMu sebagai mantra untuk menakut-nakuti jin kafir.

Pada malam Ramadan kami membuat lingkaran tadarus. Sebagian dari kami tampak seperti bersahut-sahutan dan memamerkan siapa yang paling elok suaranya. Padahal kami laksana kumpulan pembaca peta buta. Tilawah dan tadabur hampir tak ada dalam tradisi Ramadan kami.

****

Ya Samii’, Ramadan kami sangat riuh. Kami tidak pernah dianggap sebagai Muslim dewasa. Level kami adalah kanak-kanak abadi seperti yang dicita-citakan Peter Pan. Seseorang harus berteriak dengan speaker masjid agar kami terbangun di waktu sahur. Padahal kami punya alarm, kami juga punya jam weker bahkan jam biologis karuniaMu.

Pun, tidak mungkin seisi rumah kami tidur seperti mayat, akan ada saja yang terbangun atau membangunkan. Tapi teriakan sahur itu selalu ada seumur hidup kami, seakan mereka sengaja dikirim dari zaman ketika alarm belum ditemukan. Entah bagaimana pula jadinya andai pengeras suara juga belum pernah diciptakan hingga sekarang. Mungkin mereka akan langsung menggedor pintu rumah kami satu demi satu. Mereka tampak begitu khawatir Peter Pan akan kesiangan.

Menjelang Ramadan, petinggi dan tetua agama kami sibuk membuat pengaturan tentang cara menutup tempat makan di siang hari dan hiburan di malam hari. Orang-orang berpuasa seolah dijaga sedemikian rupa dari segala cobaan Ramadan. Sebagaimana memelihara kanak-kanak, kami yang berpuasa dibuat senyaman mungkin dalam melaksanakan ibadah, agar puasa tidak batal atau berkurang pahalanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline