Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengelurakan surat edaran Nomor 3 Tahun 2020 mengenai Pencegahan Coronavirus Disease (COVID-19) di wilayah pendidikan.
Ia pun mengimbau kepada seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran virus corona.
Salah satu kebijakan yang diambil adalah supaya proses belajar mengajar menggunakan metode pembelajaran daring.
Pembelajaran daring ini sesuai dengan surat edaran Mendikbud yang salah satu poin dalam surat itu adalah siswa dapat belajar di rumah, melalui konferensi video, dokumen digital, dan saranan daring lainnya.
Sebenarnya dalam konteks pendidikan, disadari atau tidak, “new normal life” telah diterapkan lebih dulu sejak ada kebijakan belajar dari rumah. Perubahan pembelajaran dari konvensional tatap muka dalam ruang kelas, beralih menggunakan metode pembelajaran daring bukanlah hal yang sederhana.
Pembelajaran daring selama mewabahnya virus Corona ini telah menimbulkan dinamika pendidikan yang begitu cepat, bahkan terkesan kelimpungan bagi pelaku pendidikan, guru, siswa dan orangtua karena keterbatasan masing-masing. Belum lagi dengan keterbatasan sarana prasana dan juga biaya yang tidak murah. Adapun dinamika pembelajaran daring antara lain:
Guru
Harus diakui bahwa tidak semua guru melek teknologi terutama guru generasi X (guru yang lahir tahun sebelum tahun 1980) yang pada masa mereka penggunaan teknologi belum begitu masif.
Mereka kurang terbiasa dan kurang terlatih menggunakan tekhnologi digital dalam pembelajaran daring, seperti penggunaan google classroom, e-learning, edmodo, zoom, webinar atau yang lainnya.
Kalau kita amati pengajaran daring yang sudah berjalan terlihat kurang variatif dalam model-model pembelajaran yang diterapkan.
Kebanyakan kontennya kurang menarik, terlalu mudah, kadang terlalu sulit dan kurang merangsang anak untuk mengembangkan pemikiraan analisis seperti tuntutan kurikulum yang ada. Jadi proses pembelajaran daring belum optimal sesuai yang diharapkan.