Lihat ke Halaman Asli

Marta MellyHalita

Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan, FEB, Universitas Tanjungpura

Potret Kehidupan Keluarga Miskin di Pontianak yang Menumpang Gubuk Milik Tetangga

Diperbarui: 23 Agustus 2023   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penampakan Tempat Tinggal

Dalam perjalanan menyelusuri desa Pal Sembilan, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, kami berkesempatan untuk mewawancarai Pak Najib, seorang kepala keluarga tangguh yang telah menjalani perjalanan hidup penuh kisah dan tantangan. Ditemui di rumahnya yang sederhana di RT 030/RW 008 Jl. Swadaya, Pak Najib berbagi cerita tentang keluarganya yang terdiri dari enam anggota yang hidup di tengah serba keterbatasan.

Dengan usia 54 tahun, Pak Najib membagikan kisahnya tentang perantauan dari Pulau Jawa dan pengalaman kerjanya sebagai buruh kuli bangunan harian di kota. Ia menjelaskan bahwa pendapatan yang ia peroleh bervariasi, berkisar antara Rp.100.000 hingga Rp.150.000 per hari, tergantung pada jumlah hari kerja dalam sebulan. Namun, pendapatan rata-rata yang ia terima selama sebulan berada di bawah Rp.1.500.000.

Pak Najib juga menggambarkan bagaimana ia mencoba mengatasi keterbatasan pendapatan dengan mengolah tanah milik tetangganya dan berkebun. Meskipun saat ini beliau jarang berkebun dan kesempatan mendapatkan pekerjaan yang cukup juga semakin menurun dalam beberapa bulan terakhir. Ia bergantung pada ajakan teman sesama buruh kuli untuk mendapatkan pekerjaan.

Dalam keluarganya, terdapat lima anggota lainnya: istri bernama Seni Lestari yang berusia 41 tahun dan empat orang anak mereka. Anak-anaknya, Ahmad Malik Sudin (12 tahun), Miftahul Huda (9 tahun 5 bulan), Badiul Muhlisin (4 tahun 11 bulan), dan Latiful Khoiri (1 tahun 7 bulan), semuanya menjadi tanggungan yang harus dijaga dan dibiayai oleh Pak Najib. Meskipun dengan pendapatan yang terbatas, Pak Najib dan istrinya selalu berusaha memastikan kebutuhan pokok dan pendidikan anak-anak terpenuhi.

Dalam hal pendidikan, Pak Najib sangat peduli terhadap pendidikan agama anak-anaknya. Meski harus menambah pengeluaran, ia memastikan bahwa ketiga anaknya mengikuti TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) tiap sore. Pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama, walaupun kadang-kadang berarti harus menahan beban keuangan yang lebih besar.

Pak Najib dan keluarganya juga menerima beberapa bentuk bantuan, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) anak sekolah sebesar Rp.900.000 per tiga bulan, serta bantuan dari Dinas Sosial selama masa pandemi Covid-19 berupa sembako dan uang tunai. Namun, meski menerima bantuan ini, mereka masih menghadapi keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh keluarga ini adalah biaya kesehatan. Tanpa memiliki BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), mereka bergantung pada Puskesmas dan pengobatan di warung untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Keluarga Pak Najib juga sedang menunggu proses pembuatan BPJS yang sedang berlangsung, dimana Pak Najib menerima bantuan dan bimbingan dari Ketua RT setempat.

Kondisi Atap Rumah

Di balik perjalanan hidup keluarga Pak Najib yang penuh dengan tantangan, sebuah kisah tentang kondisi hunian tempat tinggal mereka juga muncul sebagai cerminan realitas kehidupan mereka. Hunian tersebut, yang kini ditempati oleh Pak Najib dan keluarga, adalah rumah milik orang lain dan bukanlah sewaan. Rumah tersebut memiliki status terbengkalai, ditinggalkan oleh pemiliknya, dan menjadi tempat berteduh bagi keluarga yang menjalani kehidupan sederhana ini.

Rumah tersebut memiliki luas 8 x 5 meter dan dikelilingi oleh hampir 1 hektar tanah yang juga dimiliki oleh pemilik yang sama. Terletak dalam kondisi terbuka dan alami, rumah ini telah menyaksikan berbagai momen dalam perjalanan hidup Pak Najib dan keluarganya. Meskipun memiliki sejarah panjang, kondisi rumah saat ini menghadapi sejumlah permasalahan yang memerlukan perhatian serius.

Dinding rumah yang seluruhnya terbuat dari kayu papan telah mengalami kerapuhan dan kerusakan. Lubang-lubang yang muncul di beberapa bagian dinding menjadi saksi bisu dari perjalanan waktu yang tak terelakkan. Atap rumah yang terbuat dari seng juga sudah rentan dan berlubang di beberapa area, menyebabkan kebocoran ketika hujan turun. Lantai rumah, yang juga terbuat dari kayu papan, sekarang dalam kondisi yang semakin tidak stabil. Bahkan untuk berjalan saja, lantai ini terasa turun dan retak-retak, menciptakan suasana yang kurang aman bagi keluarga yang tinggal di dalamnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline