Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Romli

Pelajar Yang Tak Kunjung Pintar

Kampung dan Kota

Diperbarui: 6 Maret 2021   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai seseorang yang hidup di dua alam. Pertama, saya hidup di lingkungan yang cukup tradisional, atau bahasa kasarnya hidup di perkampungan. Kedua, saya hidup temporer di tempat yang bisa dikatakan agak perkotaan. Saya melakuakan swabanding antara kedua alam itu, terutama perihal pola sosial di antara mereka.

Dengan metode alakadarnya, saya mendapati bahwa semakin tradisional atau semakin lambat perdaban suatu masyarakat, maka pola sosial mereka semakin komunal. Artinya, tingkat solidaritas dan kebersamaan mereka semakin tinggi. Mungkin karena masing-masing dari mereka mengenal satu sama lain sehingga kordinasi antar sesama menjadi kooperatif dan mudah. Maka, apabila terdapat satu dua anggota yang alpa, akan sangat terlihat siapa atau kelompok mana yang alpa tersebut.

Hal tersebut berbeda dengan masyarakan yang peradabannya semakin maju. Mereka akan cemderung lebih individualis, cuek, lu-lu-gue-gue, bodo amat. Maksudnya, tingkat solidaritas dan kebersamaannya tidak sekental di perkampungan. Asumsi saya, ini terjadi karena memang kehidupan perkotaan lebih menuntuk pola hidup yang masing-masing. Lihat saja fenomena orang-orang kerja yang pergi pagi pulang malam. Tentu saja ini mempersempit interaksi antar tetangga, kecuali di waktu-waktu libur.

Gitu!

4.3.21




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline