Lihat ke Halaman Asli

Mukhotib MD

consultant, writer, citizen journalist

Syahidlah Semuanya

Diperbarui: 21 November 2022   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PUISI. Gambar oleh Angelo Giordano dari Pixabay 

Aku sedang memungut luka saat engkau mengabarkan tentang ledakan yang membauri udara, mengurapi begitu dalam pada setiap garis urat, tentang sakit, pedih, dan air mata

Aku lambaikan tangan ke arah langit yang membiru, tetapi kulihat ada mata tajam tak berkedip di sela-sela awan, tidak hitam, tetapi tak juga kelabu

Nyawa yang berbaris di kaki langit itu, sudah sering didengar pada negeri usang ini, sudah banyak terkabarkan dari setiap lempengan yang berhimpitan, tetapi air mata ini tetap saja mengalir, mengering, membeku berbias merah darah

Aku bersimpuh di tanah yang juga terasa rapuh,  larik rintihan, dan mungkin doa yang begitu lemah mengalir dari bibir kering membeku, ada seruan syahidlah semuanya, tak perlu kafan, tak perlu dimandikan, sejuk semerbak terasa dari alammi, menanti datangnya mahsyar, dan tak ada rintang menuju surganya dalam sekedip mata.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline