Lihat ke Halaman Asli

Mukhotib MD

consultant, writer, citizen journalist

IDI, dari Rasio Dokter sampai Rumor Pendidikan Dokter Mahal

Diperbarui: 28 Oktober 2022   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mural tenaga medis menghiasi kolong jalan tol lingkar luar Jakarta di Jalan Raya Setu, Cipayung, Jakarta Timur (20/6/2020). Foto: Kompas/Priyombodo

Indonesia masih terus diterpa berbagai isu kesehatan pada hari-hari terakhir ini. Misalnya, masalah ginjal akut pada anak-anak sebagai dampak dari konsumsi obat, dan merebaknya isu residu pestisida pada mie instan.

Pada saat yang sama, Indonesia masih berada dalam ancaman Covid-19 yang memang belum selesai. Dengan tingkat partisipasi vaksinasi yang terus menerus, dan kaepatuhan penerapan protokol kesehatan yang juga semakin melemah.

Belum lagi persoalan lama yang masih terus menjadi pekerjaan rumah bangsa ini, mengenai Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tinggi, tak juga hendak turun. Misalnya, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tercatat masih di angka 305 per 100,000 kelahiran hidup. Angka ini jauh di atas dari target nasional yang berada di angka 183 per 100,000 kelahiran hidup yang harus dicapai pada tahun 2024.

Di tengah ragam isu kesehatan yang lain di negeri, pada hari ini, tanggal 24 Oktober, para dokter merayakan peringatan Hari Dokter Nasional. Ini bisa menjadi momentum melakukan berbagai refleksi dalam menjalankan perannya sebagai garda depan peningkatan kesehatan warga bangsa.

Mengambil tema "Berbakti untuk Negeri, Mengabdi untuk Rakyat, Satu IDI Terus Maju," IDI sedang meneguhkan peran strategisnya dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, terbebas dari berbagai penyakit dan kematian yang sesungguhnya bisa dicegah dengan pelayanan yang tepat, cepat dan standar.

Semangat yang menunjukkan bagaimana nafas populis begitu terasa dalam organisasi para dokter, yang hari pengesahan legalitasnya menjadi dasar penentuan Hari Dokter Nasional ini.

Namun begitu, tak gampang bagi para dokter menuntaskan semangat mengabdi kepada rakyat itu. Banyak hal yang harus dilakukan bersama dengan elemen pemerintahan dan perguruan tinggi.

Setidaknya, bisa ditilik dari tiga sudut pandang mengenai sulitnya pencapaian cita-cita membebaskan rakyat dari persoalan kesehatan.

Pertama, rasio dokter di Indonesia masih belum sesuai dengan ketentuan yang ideal menurut WHO, yaitu 1:1000. Artinya, 1 dokter melayani 1000 penduduk. Sedangkan sumber dari KataData menunjukkan di Indonesia rasio dokter pada angka 0,4:1.000 penduduk atau 4 dokter melayani 10.000 penduduk.

Jika IDI akan mengabdikan diri kepada rakyat, soal rasio dokter ini harus menjadi prioritas dalam pengembangan berbagai program IDI. Dengan begitu, problem-problem kesehatan masyarakat akan bisa segera tertangani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline