Hari Anak Nasional, dan Paradoks Tasikmalaya
Besok, tanggal 23 Juli 2022 Indonesia akan memperingati Hari Anak Nasional 2022. Peringatan yang akan mengingatkan elemen masyarakat mengenai pentingnya perlindungan anak dari berbagai macam tindak kekerasan: dari beragam perundungan dan pelecehan kemanusiaan.
Di sisi lain, kita sungguh terkejut dengan berita tragedi perundungan anak yang berujung dengan kematian. Tindakan kekerasan dengan pelaku di usia anak-anak pula.
Perilaku anak-anak yang melakukan perundungan dengan memaksa temannya melakukan hubungan seks dengan kucing, dan sebelumnya sering melakukan pemukulan tentu saja menjadi kritik tajam kita semua: pemerintah, lembaga pendidikan, dan keluarga.
Ini bukan soal anak-anak yang langsung dihakimi nakal. Namun penting meninjau ulang sistem pendidikan, sistem pengasuhan, sistem sosial, dan sistem budaya. Sebuah tatanan yang justru membawa anak-anak menjadi pelaku kekerasan.
Dalam sistem pendidikan, misalnya, penting menimbang ulang pendekatan pembelajaran yang secara efektif mampu membentuk karakter anak. Sebuah sikap individu yang secara dasariah memiliki watak saling menghormati dan menghargai sesamanya.
Dalam sistem budaya, bagaimana nilai-nilai sosial dan moral bisa terinternalisasi dengan berbagai keteladan orang dewasa dan bersikap dan berperilaku sehari-hari.
Artinya, menghadapi paradoks Tasikmalaya semua elemen masyarakat (pejabat, guru, tokoh masyarakat, tokoh politik, untuk menyebut sebagiannya), penting belajar dan memahami Konvensi Hak Anak (KHA) yang tertuang dalam Keppesres Nomor 36 Tahun 1990, dan memahami Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Dengan memahami kebijakan tentang anak ini, kita menjadi tahu apa dan bagaimana semua masyarakat turut mendukung implementasinya dalam kehidupan keseharian. Misalnya, mereka memahami 5 pilar pemenuhan hak anak, hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, dan perlindungan khusus.
Momentum
Hari Anak Nasional tahun ini sudah seharusnya menjadi momentum bersama melakukan perubahan sesuai dengan bidang dan kapasitasnya masing-masing. Semua melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh dengan memfokuskan pada kepentingan anak.
Hanya dengan cara begini, apa yang hendak dicapai Indonesia dengan mewujudkan generasi Emas 2045 yang Berkarakter.