Lihat ke Halaman Asli

Mukhotib MD

consultant, writer, citizen journalist

Kliwon, Episode Matinya Kucing Hitam

Diperbarui: 30 Mei 2018   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber Foto: www.kucingmu.com)

Si Pon masih menangis, isakannya tak henti-henti. Legi sudah berupaya mengentikan tangis anak mbarepnya, tapi air mata itu masih terus mengucur, umpama air hujan tumpah ruah dari langit. Matanya kini tampak mulai memerah, dan membengkak di kelopak matanya. Pasalnya, kucing kesayangannya yang bernama Mochi mati.

Padahal kucing itu dipeliharanya sejak kecil, selalu tidur besama di atas kasur. Kucing berbulu hitam solid itu juga manjanya tidak ketulungan. Meski sedang tidur pulas, kalau mendengar suara Pon, Mochi pasti langsung terbangun, lalu berlari ke arah Pon, dan berputar-putar di sela-sela kakinya, sambil mengeluarkan bunyi meong dengan nada manja.

"Nggak ada yang bisa menggantinya, Mbok."

"Simbok tahu. Tapi apalagi yang bida diharapkan. Kita harus yakin, kematiannya itu kehendak Gusti Alloh."

"Tapi, Mbok...."

"Tidak ada tapi untuk ketentuan Gusti Alloh, untuk takdir Sang Murbening Dumadi."

***

Siang itu, Mochi sedang bertiduran di jalan setapak depan rumah Kliwon. Selama ini, memang tidak pernah ada masalah, sebab yang melalui jalan setapak itu memang hanya pejalan kaki dan paling banter pengendara sepeda ontel. Mochi dengan begitu tetap aman, kecepatannya menghindari pejalan kaki dan pesepeda ontel bisa diandalkan.

Saat Mochi tertidur itulah melaju sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Lalu, 'brak', Mochi tergilas roda motor itu, dan langsung wafat dengan luka menganga di bagian perut. Motor itu sempat oleng, berhenti  sebentar lalu melaju kembali dengan kecepatan tinggi. Tak lama, menyusul motor polisi yang mengejarnya, dan sekali lagi tubuh Mochi terlindas tepat di bagian tengah tubuhnya.

Pulang sekolah, Pon menemukan tubuh Mochi di pinggir jalan setapak, darah di bagian peruit sudah tampak mulai mengering. Tetapi ratusan lalat berperta pora di tubuh Mochi yang terbuka. Pon berlari ke dalam kamarnya, mengambil sarung dan membungkus tubuh Mochi dengan hati-hati. Air matanya mulai mengalir perlahan. Tangis itu meledak saat Pon mulai menggali tanah kubur Mochi di belakang rumah.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline