Pemerintah, organisasi internasional, dan berbagai organisasi non pemerintah nasional dan lokal terus melakukan upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Tanah Papua.
Data yang dirilis Tabloid Jubi Online--media yang dikelola para akltivis Papua, menunjukkan pada tahun 2007, AKI mencapai angka 364/100 ribu kelahiran hidup, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 573/100 ribu kelahiran hidup. Sementara AKB pada tahun 2007 sebanyak 41/1000 kelahiran dan menjadi 54/1000 kelahiran hidup pada tahun 2012.
Meski masih jauh dari target nasional, upaya penurunan AKI dan AKB di Papua tampaknya mulai membuahkan hasil yang menggembirakan. Misalnya, pada 2014 AKI turun menjadi 448/100 ribu kelahiran dan AKB berada pada angka 20/1000 kelahiran pada tahun 2016.
Salah satu sebab tingginya AKI di Papua, rendahnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Sebagai contoh, pada tahun 2014 hanya 42,76 persen perempuan yang menjalani persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan. Sementara secara nasional angkanya sudah mencapai 90,88 persen. Dalam melakukan penurunan AKI, AKB dan akses terhadap layanan kesehatan, pemerintah mengembangkan program Gerakan Bangkit, Mandiri dan Sejahtera. Salah satu agendanya program 1000 Hari Kehidupan untuk menurunkan AKB di Papua.
Sementara itu, Organisasi Non Pemerintah nasional dan internasional, selain memberikan asistensi kepada penyedia layanan kesehatan, juga meningkatkan kapasitas para Mama di Tanah Papua agar bisa berperan dan berpartisipasi dalam peningkatan layanan kesehatan, terutama kesehatan reproduksi, yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
Melihat semangat mama-mama dalam pelatihan itu sungguh membanggakan. Mereka seakan menunjukkan kehendak untuk bangkit dari persoalan kesehatan yang sering kali membelit mereka. Meski terkadang diiringi dengan tetesan air mata kala mereka bercerita mengenai situasi di desanya, para Kader Posyandu, Kader Kesehatan dari berbagai Kampung itu tak surut langkah.
Mulailah mereka menganalisis persoalan kesehatan di sekitar tempat tinggalnya. Perempuan yang meninggal saat melahirkan apa saja sebabnya. Memangh, masih sering terdengar mitos, tapi tak apa. Toh, analisis kritisnya keluar juga. Misalnya, soal ketersediaan tenaga kesehatan di Puskemas, tapi tak bisa melayani karena tak ada listrik, sementara genset sebagai pembangkit listrik utama rusak kondisinya. Di Kampung yang lain, layanan justru tertunda karena petugas kesehatan sering kali datang terlambat, disusul dengan pulang cepat. Meskipun genset di sana sebenarnya berfungsi dengan baik.
Berdasarkan hasil analisa itu, mereka melakukan perencanaan kerja setelah pulang dari pelatihan advokasi. Ragam kegiatan mereka hendak kembangkan. dari mulai audiensi dengan Kepala Daerah dan anggota DPRD, audinesi dengan Kepala Puskesmas dan Bidan Desa, juga melakukan peningkatan kapasitas bagi perempuan di kampungnya.
Sepantasnyalah belajar mengenai semangat melakukan perubahan kepada para Mama dari Papua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI