Lihat ke Halaman Asli

Mukhotib MD

consultant, writer, citizen journalist

Muhammadiyah; Resolusi Ambon yang Oportunistik

Diperbarui: 27 Februari 2017   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: kompas.com

Sidang Tanwir Muhamadiyah usai, yang dilaksanakan tanggal 24-26 Pebruari 2017 di Ambon. Lima butir resolusi dihasilkan. Sayangnya, semua resolusi organisasi besar dan mewakili kelas menengah atas—manakala dilihat dari sejarah berdirinya—terkesan tendensius, dan hanya berisi puja-puji kepada pemerintah.

Tak ada kritik sama sekali, kecuali hanya pandangan Muhamadiyah agar pemerintah bersikap tegas dalam membangun ekonomi yang berpihak, bukan tegas dalam menghadapi ragam tindakan intoleransi yang hendak menghancurkan keberagaman di Indonesia. Apa yang disebut resolusi, sebagai sebuah pernyataan bersama yang berisi tuntutan kepada pemerintah, misalnya, tak akan bisa ditemukan dalam Resolusi Ambon.

Dalam resolusi itu hanya berisi definisi-definisi umum mengenai makna Proklamasi, kedaulalatan, dan keadialan sosial, dan gagasan mengenai pelibatan masyarakat madani dalam proses pembangunan nasional. Sebuah definisi umum yang sudah begitu jamak didiskusikan dan bahkan dalam berbagai kajian dan riset di Perguruan Tinggi.

Maka resolusi itu pun tak akan bisa banyak bicara dalam peta kekuasaan dan berbagai kebijakan pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya. Ia tak memberikan beban apapun kepada pemerintah karena resolusi itu hanya bersifat normatif dan teoritis-konseptual.

***

Sebagai orang luar, yang berteman dengan beberapa kelompok Muhamadiyah saya melihat resolusi yang dihasilkan dari sebuah sidang yang memiliki kekuatan satu tingkat di bawah Muktamar itu sungguh amat tak berbobot, tak bergigi dan bahkan terkesan oportunistik terhadap kekuasaan pemerintahan saat ini.

Saya sama sekali tak melihat gereget dari gagasan-gagasan kaum muda yang acap kali sangat kritis dan memiliki kepedulian terhadap berbagai perubahan sosial di negeri ini. Saya tak mengerti bagaimana prosesnya dalam perumusan Resolusi Ambon, tetapi tampaknya sebagaimana tersiar di berbagai media online dan cetak, Sidang Tanwir masih berada dalam kuasa angkatan tua dalam kalangan Muhamadiyah. Kelompok-kelompok muda tampaknya masih mendapatkan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dalam keputusan organisasi paling tinggi.

Ketidakhadiran kaum muda, juga tampak jelas dengan absennya isu-isu aktual dalam kehidupan sosial di negeri ini. Sebut, misalnya, persoalan ketertindasan perempuan, tersingkirnya para penyandang disabilitas, perdagangan manusia, nasib para perempuan yang bekerja di luar negeri, dan juga masyarakat adat. Isu-isu yang sehaarusnya mendapatkan perhatian dan kritik tajam dari Muhamadiyah.

Kosongnya isu-isu itu, juga sedang menandakan keterbatasan dalam melihat dan menimbang berbagai ketidakadilan sosial di negeri ini. Ketidakadilan sosial yang masih dilihat dalam hanya dalam batas-batas kekuasaan politik dan ekonomi, belum melihat lebih jauh dalam sistem yang lebih luas, termasuk sistem kebudayaannya.

***

Secara ideal, Muhamadiyah sudah semestinya menjadi pelopor dalam mengawal dan melakukan kontrol terhadap kekuasaan, serta memberikan catatan-catatan kritis terhadap berbagai persoalan yang berkembang di negeri ini. Termasuk bagaimana kelemahan pemerintah dalam menghadapi gerakan-gerakan intoleran yang hendak memaksakan kebenarannya sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline