Beberapa kali dalam kesempatan yang berbeda, saya sering berbincang dengan tenaga pendidik PAUD, mengenai pentingnya turut berbicara mengenai persoalan HIV dan AIDS. Tetapi jangan kediri paham dulu. Sebab yang saya maksudkan, bukan untuk memberikan materi HIV dan AIDS. Melainkan mengenal lebih dekat seputar informasi HIV dan AIDS, baik dari sisi medis maupun persoalan sosial yang melingkupinya.
Hampir sebagian besar tenaga penduduk belum mengetahui dengan benar informasi HIV dan AIDS. Pertanyaannya, apa pentingnya tenaga pendidik mengetahui persoalan HIV dan AIDS? Jawaban pertanyaan ini akan saya mulai dari kasus HIV dan AIDS di kalangan ibu rumah tangga. Pada perkembangan terakhir, secara nasional angka kaus HIV dan AIDS di kalangan rumah tangga sudah cukup tinggi. Bahkan di beberapa daerah angka itu sudah lebih tinggi dibandingkan angka kasus di kalangan pekerja seks.
Dengan melihat fenomena ini, maka dalam lima tahun ke depan lembaga-lembaga PAUD akan dihadapkan pada pilihan yang teramat sulit ketika harus menerima anak usia dini yang kebetulan positif terinfeksi HIV. Dalam sebuah buku yang saya sunting dari hasil riset mengenai anak positif dan terdampak HIV, banyak lembaga pendidikan yang mengambil sikap menolak menerima anak yang positif HIV atau mereka yang orang tuanya terinfeksi HIV.
Secara prinsip sikap ini jelas melanggar hak anak untuk bisa mendapatkan pendidikan. Sebuah sikap yang sama sekali tidak patut dimiliki oleh seorang tenaga pendidik, yang secara profesional memiliki tugas memenuhi hak anak, sebagai perpanjangan tangan negara yang menegang kewajiban pemenuhan hak anak.
Penolakan tenaga pendidikan terhadap anak yang terinfeksi atau terdampak sebagian besar karena tidak mengetahui secara persis HIV dan AIDS, termasuk proses transmisi virus. Sebagian yang lain merasa khawatir jika lembaga pendidikan yang dikelolanya menerima anak positif akan ditinggalkan masyarakat.
Jadi..., jelaslah tenaga penduduk PAUD harus menderu secara benar mengenai HIV dan AIDS agar tidak masuk dalam keranjang paradoks. Orang yang mestinya memenuhi hak anak dalam pendidikan, tetapi justru menolak anak untuk mengikuti pendidikan di lembaga PAUD yang dikelolanya. Bagaimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H