"Kita sudah selalu bicara remaja punya hak untuk mendapatkan layanan kesehatan yang ramah terhadap remaja," kata Merry, remaja dari Biak yang tergabung dalam Forum Remaja Biak Numfor, saat presentasi program, pekan silam. Merry mengatakan, kebutuhan remaja selama ini hanya dianggap seputar informasi mengenai HIV dan AIDS, akibatnya layanan ramah remaja diabaikan. "Tantangan yang kita hadapi saat ini bagaimana membangun kesadaran di kalangan pengambil kebijakan mengenai kebutuhan remaja ini," katanya. Menurut Merry, Forum Remaja Biak Numfor akan melaku hkan agenda advokasi untuk mmperjuangkan pemenuhan hak remaja. Ada lima hak remaja yang akan diperjuangkan, hak mendapatkan informasi, hak mendapatkan perlindungan, termasuk kekerasan terhadap remaja, hak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan perencanaan program, hak mendapatkan layanan yang ramah remaja, hak untuk berekspresi. "Para pengambil kebijakan sedikit yang memahami hak remaja ini," tutur Merry. Ayub, representasi dari pemuda gereja membenarkan persoalan-persoalan yang dihadapi remaja. Paling krusial kapasitas orang tua untuk berdialog dengan anak remajanya. Situasi ini menjadikan orang tua enggan diajak berdialog, karena tidak memiliki kemampuan untuk menjawab persoalan yang diajukan anaknya. "Kalau ditanya soal hubungan seks orang tua hanya menjawab belum saatnya. Akhirnya remaja mencari alternatif sumber informasi. Biasanya mereka mendapatkan dari teman sebayanya," tutur Ayub. Dalam adat Biak, menurut Martheen Wompere, Pengurus Harian Cabang PKBI Cabang Biak Numfor, sebenarnya ada tradisi berdialog dengan anak-anak saat makan bersama. "Tradisi ini sekarang hilang," katanya. Tuntutan kebutuhan ekonomi yang makin berat menjadi salah satu sebab hilangnya tradisi ini. Orang tua bekerja semua, tidak lagi memberikan ruang dan waktu bagi mereka untuk berdialog. "Meskipun duduk bersama, masing-masing sibuk SMS-an," kata Martheen. Persoalan Merry mengatakan persoalan remaja saat ini sudah ssangat serius. Misalanya saja, aangka prevalensi HIV di Biak sudah mencapai angka 800 kasus, dan 30% di kalangan remaja. Belum lagi soal kehamilan tidak diinginkan, dan kekerasan seksual. "Konsumsi narkoba juga akan menjadi ancaman serius," katanya. Persoalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Misalnya, kehamilan yang tidak diinginkan, akan berakhir dengan pengeluaran dari sekolah. Kenyataan ini akan mengancam kesempatan remaja untuk mendapatkan hak pendidikan. Celakanya, ketika remaja ingin tetap bersekolah, remaja akan memasuki situasi yang lebih berbahaya, aborsi tidak aman. "Ini akan membawa kematian," kata Martheen Wompere.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H