Lihat ke Halaman Asli

MLutfi Darmansyah

lutfi darmansyah

Darurat Kekerasan dan Pelecehan Seksual

Diperbarui: 22 Desember 2021   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Perilaku pelecahan dan kekerasan seksual bukanlah sesuatu yang pantas dilakukan, terlebih lagi dilakukan oleh guru atau ustadz. Dalam agama apapun sudah jelas larangan mengenai perilaku tidak bermoral tersebut. Tetapi baru-baru ini, banyak kasus dan kejadian yang sangat memprihatinkan.  Terutama pada dunia pendidikan, pendidikan merupakan proses pengubahan perilaku dan sikap manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan. Berita atau kasus yang kini sedang banyak diperbincangkan masyarakat yaitu kekerasan seksual terhadap perempuan. Kekerasan seksual pada saat ini kebanyakan terjadi dikampus, dan sekarang berita yang lagi hangat terjadi dipesantren. Alaram kekerasan atau pelecehan seksual sudah sering berbunyi nyaring, mengetuk kepedulian dan kepekaan kita untuk melakukan tindakan nyata yang guna mencegah kekerasan dan mengatasi masalah ini. Kasus ini sudah seringkali banyak merugikan dan memakan korban,oleh karena itu oknum-oknum yang melakukan tindakan tercela tersebut agar cepat diatasi.

Kasus baru-baru ini yang sedang hangat yaitu seorang guru pesantren yang bernama Henry Wirawan melakukan rudapaksa atau pemerkosaan terhadap santri perempuan hingga korban hamil dan sampai melahirkan yang terjadi dibandung. Menurut dari berbagai berita-berita tersebut bahwa, korban yang mengalami rudapaksa itu sekitar 12 hingga 21 santriwati dalam berita terbaru dari tribun network. Pada berita baru tersebut menyebutkan bahwa korban-korban yang mengalami pelecehan itu masih di bawah umur dan kondisi terkini ada yang masih hamil maupun sudah melahirkan. Korban tidak hanya berasal dari garut tetapi ada yang berasal dari daerah lain. Terdapat delapan korban yang berasal dari garut yang telah melahirkan bayi. Menurut Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, menyebutkan usia korban pelecehan tersebut berkisar rata-rata antara 13-23 tahun. Menurut pelaksana tugas Asisten pidana Umum (Aspidum) kejati jabar Riyono mengnugkapkan, korban dari aksi gurunya ada yang sudah melahirkan. Sejauh ini totalnya ada 9 bayi yang telah dilahirkan para korban dari guru bejat tersebut.

 

Pesantren seharusnya menjadi lembaga pengasuhan yang mengganti orang tua,yang sejatinya untuk mendidik anak menjadi lebih baik. Tetapi tidak terjadi dikasus pesantren di Bandung, di mana seorang guru/ustadz yang seharusnya membimbing anak menjadi lebih baik menjadi pelaku dari kasus tersebut hingga melakukan tindakan yang tercela atau biadab tega memperkosa belasan santriwati yang niatnya mau belajar. Mirisnya aksi bejatnya tersebut dilakukan sejak 2016. Pencabulan yang dilakukan pelaku tidak hanya di satu tempat tetapi berada di berbagai tempat, yaitu yayasan KS, yayasan TM, Hotel N, Apartemen TS, Hotel PP, Hotel A, Pesantren MH, dan ada lainnya yang masih diselidiki. Di lokasi tersebut, pelaku merudapaksa 12 korban yang merupakan santriwatinya sendiri. Pelaku juga diimingi atau dijanjikan menjadi pengurus pesantren atau polwan, selain itu juga pelaku menjanjikan akan bertanggung jawab apabila korban hamil dan membiayakan perkulihannya. Janji manis tersebut membuat korban tetap diam sampai kurun waktu yang lama. Korban pencabulan yang dilakukan pelaku saat ini mengalami trauma berat, Agus mudjoko mengatakan "kondisi korban saat ini mengalami trauma berat, korban bahkan ketakutan dan menutup telinga saat nama pelaku diucapkan saat sidang." di kantor Kejari Bandung, Rabu (8/12/2021).Tak hanya korban yang trauma, orang tua korban juga merasa sangat kesal dengan kejadian itu. Selain itu juga ada sederet keanehan ditempat santriwati yang menjadi korban pencabulan seperti jika ada guru lain datang, waktunya tidak menentu dan hanya guru panggilan,hal inilah membuat berbeda dari sekolah atau pesantren pada umumnya. Siasat dari pelaku aksi rudapaksa santriwati hingga hamil dan melahirkan supaya tidak diketahui tersebut, dengan menutupi aksinya yang melarang santriwati untuk mengobrol dengan tetangga dan juga bersosialisasi. Selain itu juga santriwati di pesantren tersebut tidak diizinkan untuk belanja sendirian harus selalu ditemani kemanapun korban mau pergi termasuk sekadar berbelanja diwarung. Informasi tersebut disampaikan oleh petugas keamanan di Kompleks Sinergi Antapani, Kota bandung. Petugas tersebut menceritakan, Di dalam pesantren kegiatannya masih tampak terlihat normal dari luar dan juga kegiatan seperti mengaji berjalan seperti biasanya yang tempatnya berada di lantai utama rumah tersebut. Namun tempat yang disebut itu menimbulkan rasa heran, lantaran tempat tersebut hanya berisi perempuan.

Fakta yang menunjukkan dari KOMNAS HAM; Pesantren menjadi tempat kekerasan seksual tertinggi kedua di indonesia 5 tahun terakhir. Menurut Siti Aminah Tardi mengatakan "di lingkungan pendidikan pesantren yang mengedepankan nilai-nilai keagamaan itu masih terjadi kekerasan seksual. Kekerasan seksual didasarkan kepada cara pandang bahwa perempuan sebagai objek seksual dari laki-laki, Sehingga ketika laki-laki memiliki kekuasaan atau otoritas yang lebih terhadap perempuan, potensi untuk kekerasan seksual terjadi. Bagi pelaku bejat dan tidak moral seperti itu harusnya dihukum mati atau dikebiri sehingga membuat efek jera pada calon pelaku kekerasan seksual. Dilihat dari situasi sekarang banyak oknum-oknum yang memiliki otoritas atau kekuasan yang lebih, menggunakan haknya untuk menganncam korban kekerasan seksual.

Pemerintah daerah harus meningkatkan pengawasan supaya kejadian-kejadian tersebut tidak terulang kembali, selain itu juga pemerintah harus memberi hukuman yang berat kepada pelaku yang melakukan pelecehan seksual dan tidak bermoral supaya pada calon-calon yang melakukan tindakan tersebut memikirkan kembali untuk melakukannya. Orang tua juga harus berkomunikasi dengan anaknya untuk memastikan keamannya. Meminta forum institusi saling mengingatkan jika ada praktik-praktik yang diluar batasan,dan juga apara-aparat setempat didesa/kelurahan agar selalu memonitor kegiatan publik yang ada berada diwilayah keewenangannya. Dari tindakan kekerasan seksual baik secara fisik maupun melalui media, untuk menghindari dari tindakan tidak bermoral  tersebut terhadap anak maka diperlukan upaya pencegahan kolaboratif. Karena, upaya pencegahan kekrasan seksual pada anak bukanlah tugas seorang diri atau keluarga, akan tetapi merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline