Lihat ke Halaman Asli

M kandari

Merah Putih

Ihwal Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik di Ketenagalistrikan

Diperbarui: 21 Maret 2022   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sertifikat kompetensi dapat diperoleh melalui serangkaian proses sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi (dok. PLN via KOMPAS.com)

Bisnis di subsektor Ketenagalistrikan memang selalu berkembang, selain dengan adanya perkembangan teknologi ternyata bisnis pada subsektor ini cukup menjanjikan seiiring dengan adanya program pemerintah terkait dengan program pengembangan renewable energi dan penjualan listrik antar negara.

Merujuk pada Undang-Undang 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, terdapat 2 jenis usaha ketenagalistrikan yaitu usaha penyediaan tenaga listrik, dan usaha penunjang tenaga listrik.

Usaha penyediaan tenaga listrik meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik.

Sedangkan usaha penunjang tenaga listrik meliputi usaha jasa penunjang tenaga listrik dan usaha industri penunjang tenaga listrik.

Namun demikian, pelaku usaha pada sektor ini harus memenuhi serentet persyaratan untuk mendapatkan perizinan berusaha berbasis risiko sebelum mulai kegiatan usahanya.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah tenaga teknik yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan bidang dan sub bidangnya. 

Sertifikat kompetensi dapat diperoleh melalui serangkaian proses sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang notabennya merupakan salah satu jenis usaha jasa penunjang tenaga listrik.

Banyak kalangan yang mengeluhkan mahalnya biaya untuk mendapatkan sertifikat kompetensi ini dan bahkan ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa lembaga sertifikasi kompetensi terkesan hanya menjual selembar kertas sebagai wujud formalitas atas uji kompetensi yang telah dilaksanakan dengan bernaung di balik regulasi yang mewajibkan bahwa setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi (Undang-undang 30 tahun 2009 Pasal 44 ayat 6).

Pandangan tersebut pada dasarnya perlu dilihat dari berbagai sudut mana kita menilainya, tetapi potensi extra cost ini bisa saja terjadi akibat adanya biaya yang timbul akibat adanya variable cost uji kompetensi, seperti transportasi maupun akomodasi apabila pelaksanaan ujinya dilakukan di luar daerah domisili asesor dan bisa juga variable profit yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi sebagai badan usaha atau bahkan ekstrimnya bisa melalui calo yang notabennya menaikkan harga dari harga/biaya akibat ketidaktauan pemohon sertifikasi.

Untuk dapat menjadi sebuah Lembaga Sertifikasi Kompetensi juga diperlukan beberapa persyaratan, di antaranya harus berbadan hukum dan memiliki Asesor Ketenagalistrikan sebagai tenaga teknik pada badan usaha tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline