Selain Piala Dunia, kita masih saja ramai membicarakan Video Porno yang pelakunya “mirip Ariel dan Luna’. Kita sepertinya tak lagi perlu kepastian apakah pelaku adegan itu benar benar Ariel dan Luna. Yang penting asyik aja…Sementara kita – yang dewasa – dengan berbagai alas an boleh dan bebas menonton, remaja dan anak anak kita ‘ kita lindungi’ dari menonton adegan syuuur itu. Saya memilih frasa “ kita lindungi’ untuk mengganti kata “ kita larang’. Sebab dengan kata ‘melindungi’ itu konotasi yang muncul adalah ‘marwah kewibawaan dan kebijaksanaan’ . Padahal jika kita sendiri masih saja menonton video mesum itu, sesungguhnya,ungkapan ‘melindungi anak kita ‘ itu adalah wujud hipokrisi kita. Sifat kemunafikan dan cermin ketidak konsistenan kita. Sebagai orang tua kita kadang kadang bergaya suci. Istilahnya sok suci atau bahasa Jawanya ‘semuci suci’.
Ya.. kita tetap saja suka menonton, baik secara terbuka atau sembunyi sembunyi film atau video porno di internet. Mengapa kita tidak melarang diri kita untuk menontonnya ? Alasannya barangkali adalah; ya kita ini kan sudah dewasa, bisa menjaga diri serta menyalurkan hasrat seksual pada pasangan kita – istri maupun suami kita. Oke, alasan itu masuk akal. Tetapi apapun dalihnya, bukankah menonton, melihat adegan atau benda yang merangsang nafsu adalah dilarang agama. Dosa. Kita sudah tahu itu, mengapa masih pada nonton juga. Termasuk di kantor, dengan menggunakan barang milik Negara. Sendirian atau berjamaah sambil cekakak cekikik serta melakukan analisa analisa. Iya kan ? Jadi bagaimana ?
Sesungguhnya melakukan hubungan sex itu adalah naluri makhluk hidup, termasuk manusia. Dari sekian jenis makhluk hidup, yang sering menyalah gunakan naluri sex itu, sesungguhnya ya manusia. Bagaimana dengan binatang ? Dari yang sering ditayangkan televisi kabel dan terbaca di buku-buku,hewan tidak pernah melampiaskan kehendak syahwatnya dengan semena mena. Mereka berhubungan sex sesuai hukum alam, sesuai siklus biologis dalam rangka regenerasi, melahirkan keturunan danbukan untuk melampiarkan hawa nafsu dan mengejar kepuasan. Coba perhatikan. Kucing jantan kita di rumah tidak serta merta pingin ngesex saat melihat betina lewat di depan rumah. Mereka meang meong semalaman karena sudah saatnya kawin.Singa dan harimau yang sangar dan tiap hari makan daging, tidak pingin main sex kapan saja. Pun tidak ada kasus binatang ngintip binatang lain yang lagi gituan. Yang terjadi adalah rebutan betina antar pejantan dominan. Binatang dewasa tidak perlu pusing melarang anak anaknya melakukan hubungan sexatau menonton adegan yang dilakukan hewan lainnya. Lagi pula biarpun ada yang melakukan adegan sex di depan mata, anak anak binatang tidak akan terangsang melakukannya.Masalahnya, hewan itu tidak tahu malu. Asal sudah saatnya, mereka melakukannya kapan dan dimana saja. Ini bedanya hewan dengan manusia.
Manusia, kita, karena dorongan syahwat, sering ingin menyalurkan atau bahkan menyalurkan hasrat sexual kita, kapan saja, bahkan dengan siapa saja. Tentang di mananya. Manusia memang lebih pandai memilih lokasi. Tidak sembarangan seperti hewan. Tetapi, tidak seperti hewan, manusia menyalurkan hasrat sexualnya bukan sekedar karena instink regenerasimelainkan sering karena ingin memenuhi kehendak nafsunya. Karena itulah jika binatang melahirkan secara teratur, manusia mesti diatur pakai program KB segala. Sebab jika tidak bisa saja seorang ibu hamil lagi ketika anak sebelumnya masih kecil. Di Jawa ada istilah ‘kesundulan’ untuk seorang anak yang punya adik sebelum ia berusia satu tahun.
Menyadari kelemahan itulah Allah memberikan tuntunan lewat agama. Agama mengajarkan bagaimana manusia mengekang hawa nafsu dan menyalurkannya dengan cara-cara yang baik. Termasuk dalam hal ini agama melarang mata digunakan untuk melihat adegan syur yang membangkitkan nafsu birahi. Sebab dengan menonton adegan erotis atau hubungan sexual, mengintip, atau melihat gambar porno, nafsu sex bisa bangkit dan pingin disalurkan kapanpun dengan cara bagaimanapun, atau jika memungkinkan dengan siapapun.
Karena itu melindungi remaja atau anak-anak kita memang tidak cukup dengan melarang, sementara kita merasa boleh melakukannya.
Cara yang boleh jadi sangat tepat adalah memberikan tauladan yang baik serta ‘memberi penjelasan’ dengan baik pula. Melarang anak dengan cara yang tidak bijaksana, jangan jangan malahan akan semakin mendorong hasrat ingin tahu dan merangsang naluri seksualnya. Rasanya memang sulit, tetapi rasanya itu lebih baik ketimbang menjadihipokrit.
Salam Hangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H