'Pa lagi nonton Mata Najwa. Bagus.. ada dari PDIP sama Gerindra. Lagi berdebat," demikian Raina anak saya memberi tahu, ketika saya masih dalam perjalanan pulang dari kantor. Anak saya yang jarang nonton dialog di TV rupanya sudah menjadi pemerhati acara di Metro TV itu. Ketika saya bertanya kemudian mengenai pola perdebatannya dia bilang begini, “… itu yang dari PDIP motong-motong terus pembicaraan ketika yang dari Gerindra berbicara. Itu dibiarkan sama Najwa. Trus masa di akhir debat pembicara yang dari PDIP ngomongin soal ngurus kuda.“
Saya tidak ingin membicarakan substansi perdebatan dan cara mereka berdebat melainkan lebih mengomentari persepsi yang muncul pada pemirsa. Selain tentu pola memandu debat di televisi. Anak saya yang sedang di semester 2 Universitas Indonesia itu adalah gambaran bagaimana penonton televisi menangkap pesan melalui gambar yang ditayangkan.
Dari sebuah perdebatan pemirsa dapat menangkap 2 hal. Pertama adalah persepsi yang muncul dari gestur, gaya bicara serta materi yang dibicarakan oleh narasumber. Kedua menangkap posisi moderator atau pemandu debat. Pemirsa debat atau dialog boleh jadi adalah mereka yang umumnya mempunyai pengetahuan lumayan tinggi dan ingin mendapatkan tambahan informasi dan wawasan dari yang ditontonnya. Dari bekal awal yang dimiliki, baik pemahaman akan sesuatu maka ia dapat memperoleh pencerahan baru serta dapat melakukan penilaian akan setiap narasumber dan apa yang dibicarakan. Pemirsa akan tahu mana pembicara yang waton suloyo dan mana yang menyampaikan buah pikir atau berkontra argumen dengan cerdas atau sebaliknya. Mana yang sekedar membela diri ketika kepepet atau benar-benar dapat menangkis serangan dengan canggih.
Pemirsa juga dapat menilai kepiawaian moderator bahkan keberpihakannya. Kepiawaian dapat dilihat dari cara ia bertanya. Sebanyak mana ia menyampaikan pertanyaaan tembakan secara tiba tiba (loaded question) atau menggunakan teknik devil advocate. Najwa Shihab adalah salah satu moderator televisi yang smart sehingga banyak pertanyaan tembakan yang dapat mengejutkan narasumber. Dalam satu edisi yang menampilkan Mahfud MD dan Anies Baswedan, terlihat siapa di antara dua narasumber yang keteter (tersudut).
Lantas bagaimana dengan positioning moderator. Banyak yang menilai bahwa Metro TV sangat condong ke Jokowi-JK. Saya sendiri masih belum sepenuhnya dapat menyimpulkan karena belum mengamati apalagi menyurvei kadar beritanya secara serius. Yang pasti ada teman teman saya di sana seperti Suryopratomo yang ‘semestinya’ tetap professional sebagai jurnalis.
Kembali ke Najwa. Kompetensi, sudah tidak diragukan lagi. Ia telah menguasai teknis wawancara dan moderasi dengan baik. Keberpihakannya dapat ditimbang sejauh mana ia telah memberikan pertanyaan dengan adil terhadap narasumber. Seberapa lebih banyak ia memberikan porsi bicara kepada narasumber yang satu daripada yang lainnya. Seberapa gencar ia mencecar yang satu dibandingkan yang lainnya. Seberapa berani ia memotong pembicaraan yang satu daripada yang lainnya. Atau seberapa mau ia memotong pembicaraan yang keluar dari konteks yang dibicarakan.
Keberimbangan juga dapat dilihat dan dirasakan dari bagaimana ia memberikan pertanyaan yang mendukung pernyataan salah seorang narasumber. Dan yang juga penting adalah siapa yang diundang. Apakah kedua belah pihak atau hanya pihak tertentu. Dalam edisi yang ditonton Raina, baik dari pihak Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta, masing-masing diwakili dua orang.
Mudah mudahan bermanfaat.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H