Anjuran Berinfak dan Tidak Takut Miskin
Oleh Muhammad Julijanto
Kesholehan adalah buah penghayatan keimanan dan pengamalan ajaran agama secara sempurna. Ketika seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada dalam pencapaian kesholehan. Pengamalan yang secara terus menerus dilakukan terhadap ajaran Islam menjadi modal dasar kesholehan setiap muslim.
Iman menjadi karakter dasar amal. Karakter orang yang beriman dan bertakwa dalam surat Al Baqarah [2] ayat 177 antara lain; beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Ditandaskan pula, “Kalian tidak akan mencapai kebaktian yang sempurna, kecuali kalau kalian menafkahkan sebagaian harta yang kalian cintai” (Ali Imran [3] ayat 92). Sofyan Ats Tsauri seorang ulama salaf dalam karyanya (Shafwatu Masa’il Fittauhid wal Fiqh Wal Fada’il: 2/410) pernah mengatakan: “Harta di zaman kita sekarang ini adalah senjata seorang mukmin”. Harta menjadi sarana efektif meraih surga. Para hartawan memungkinkan baginya meraih surga dengan harta yang ditasyarufkan, meskipun amalan-amalan lain juga dijadikan jalan masuk surga.
Harta sangat efektif untuk menyukseskan semua program tanpa kecuali, termasuk program meraih gelar ashabul jannah-penghuni surga (Ihsan SF dan Abdullah Rabbani, 2017: 3). Sehingga Rasulullah Saw bersabda: “Demi Allah, tidaklah beriman, tidaklah beriman, tidaklah beriman orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-kejahatannya” (HR Muslim). Pantang bagi pribadi muslim untuk melakukan kejahatan, sebaliknya dia akan selalu melakukan amal yang terbaik dengan program-program yang kreative untuk mendulang keberkahan hidupnya.
Bentuk bentuk program tersebut antara lain Program-program kedermawanan mulai menjamur di berbagai daerah menjadi solusi mengurai masalah sosial, seperti warteg gratis, gratis makan di warung hik, jumat berkah dimana setiap hari jumat ada sedekah dari jamaah untuk jamaah masjid, gerakan subuh berjamaah dilanjutkan sarapan bersama jamaah yang merupakan donasi jamaah, pengajian ahad pagi, SPBU gratis BBM untuk jamaah yang membaca Alquran berapa juz. Bedah rumah gratis, pembagian sembako rutin kepada jamaah. Beasiswa pendidikan untuk dhu’afa.
Gerakan kedermawanan dimotori berbagai lembaga amil zakat infaq shadaqah dan masjid-masjid visioner seperti Masjid Jogokariyan Yogyakarta yang menginspirasi bagaimana masjid dikembangkan sebagai pusat peradaban dan pusat ekonomi jamaah. Masjid menjadi embrio untuk pemberdayaan umat yang lebih masif lagi, sehingga etos kedermawanan menjadi modal sosial yang sangat bagus.
Gerakan sosial interprenuership terus bergerak menjadi etos kerelawanan, kepedulian, filantropi Islam. Orang yang terjun ke dunia kerelawanan merasakan hati dan pikirannya menjadi tenang, dampak sosial yang dirasakan menjadi etos sosial yang tinggi. Merasakan hati dan pikiran tenang, penuh kebermaknaan hidup karena membantu mereka yang membutuhkan. Orang merasa bahagia dapat berbagi, orang lain terbantu, sekalipun bantuan tersebut sepele, sederhana, mudah dilakukan banyak orang. Merasakan power of giving merasuk dalam sanubari dan jiwa raganya, menjadi bermaknaan hidupnya.
Kesholehan sosial