Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Julijanto

Dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Pesan Perjuangan HMI dari Cak Nur

Diperbarui: 17 Februari 2023   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PESAN PERJUANGAN HMI DARI CAK NUR

Oleh Muhammad Julijanto

5 Februari yang lalu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merayakan hari lahirnya 2023-1947 = 76 tahun silam Lafran Pane bersama teman-temannya mendirikan HMI dengan tujuan 1). Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia, 2). Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Kini tujuan tersebut antara lain: Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah subhanahu wata'ala.

Berikut ini adalah pesan perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam yang disampaikan oleh Cak Nur (rof. Dr. Nurcholish Madjid.). Yang bisa kita renungkan.

  1. Integritas seorang kader, sama dengan integritas siapa saja, berpangkal dari kesadarannya tentang apa makna dan tujuan hidupnya dan usahanya yang konsisten untuk bertindak dan bertingkah laku sesuai dan konsisten dengan kesadarannya.
  2. Sebagai seorang muslim, kesadaran akan makna dan tujuan hidup itu bertitik pusat kepada kesadaran bahwa ia berasal dari Allah Swt. Dan akan kembali kepadaNya, sesuai dengan ajaran dalam ayat suci:

(Al Baqarah, 2: 156)  (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. kalimat Ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.

  1. Kesadaran akan makna dan tujuan hidup yang mendalam itu akan melahirkan sikap-sikap penuh keikhlasan, yaitu semangat berfikir dan bertindak demi memperoleh ridha Allah Swt. Semata, buka karena pertimbangan kemanfaatan (expediency) semata, yang manfaat itu bersifat pribadi dan semata.
  2. Sebaliknya, disintegrasi seorang kader, sama halnya dengan disintegrasi siapa saja, berpangkal dari tidak adanya kesadaran akan makna dan tujuan hidup sebagai makhluk yang berasal dari Allah Swt. Dan akan kembali kepadaNya itu. Kitab suci menyebutkan bahwa orang yang lupa Allah Swt akan dibuatNya lupa akan dirinya sendiri (jadi tidak integral)

 

19.  Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.

  1. selanjutnya, ciri kecendekiaan seorang kader ialah, dengan berfikir dan bertindak, yaitu berpikir dan bertindak sejalan dengan, dan berdasarkan kepada, pengertiannya tentang hukum-hukum dari Tuhan Yang Maha Pencipta (Sunnatullah) yang berlaku dan menguasai alam lingkungan manusia, baik alam material maupun alam sosial, bahkan juga alam spiritual.
  2. Dengan wawasan dan semangat bertindak dengan sendirinya berbeda; dan harus membedakan diri, dari kaum awam ini bukanlah berarti elitisme ilmiah, melainkan keinsyafan bahwa ilmu adalah karunia illahi dan amanatNya yang harus dibaktikan kembali kepadaNya. Mereka yang berilmu tidaklah sama dengan mereka yang tidak berilmu.

(Az Zumar 39:9).  (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Maka seorang kader cendekia yang berpikir dan bertindak sama dengan kader awam adalah kader yang tidak memiliki integritas.

  1. Kesemuanya itu terwujud dalam bagaimana ia memerankan diri dalam sejarah yakni dalam konteks kehidupan sosial mengikuti tuntutan ruang dan waktu. Maka salah satu makna wawasan dan semangat keilmuan seorang kader cendekia ialah kemampuannya memahami keadaan sekitar secara realistis, menuntut bekerjanya sunnatullah yang obyektiv (tidak tergantung kepada kemauan manusia) dan tidak berubah-ubah (immutable).
  2. Maka dalam wujud peran historisnya itu seorang kader yang berintegritas dan berwawasan keilmuan tidak akan mudah terjerembab ke dalam sloganisme dan simbolisme semata. Sebaliknya, ia berpikir dan bertindak substansif, fungsional, ilmiah dan teknokratis (dalam arti berorientasi kepada usaha pemecahan masalah problem solving, jauh dari retorika-retorika.
  3. Lingkungan ruang  bertindak seorang kader cendekia muslim Indonesia ialah-dalam dimensi politik nasionalnya-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)-Kader yang berintegritas akan berpikir dan bertindak untuk memainkan peran positif-konstruktif dalam konteks keindonesiaan, sebagai perwujudan nyata dan kontekstual bagi penghayatannya akan nilai-nilai keislamannya. Karena seorang kader integral tidak melihat adanya kesenjangan antara iman dan amal, ide dan praksis, gagasan dan tindakan, maka baginya keislaman dan keindonesiaan adalah "dua sisi dari satu uang logam".
  4. Sementara waktu terus berjalan, dan zaman berubah. Sebagai sunnatullah hukum gerak dan perubahan tidak mungkin ditahan atau dihalangi manusia. Maka dalam konteks gerak dan perubahan itu, seorang kader yang berintegritas dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak dinamis, dengan membuat antisipasi-antisipasi, jika perlu "menghadang sejarah", sehingga dapat mengambil inisiatif-inisiatif dengan menawarkan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi bersama.
  5. Dalam suatu masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosial yang besar dan cepat, berbagai bentuk krisis baik pada tingkat individual maupun sosial, merupakan kenyataan yang tidak mungkin diingkari, apalagi dibendung. Krisis akibat perubahan sosial biasanya berkisar sekitar gejala dislokasi (kehilangan tempat berpijak, baik dalam arti fisik maupun mental), disorientasi (runtuhnya banyak unsure pandangan hidup tradisonal) dan deprivasi relative (perasaan tersingkir dalam bidang kehidupan tertentu). Penting sekali bagi seorang kader memahmi persoalan ini, dan melihat kemungkinannya untuk mngambil peran tertentu dalam usaha penanggulangan efek dan eksesnya.
  6. Indonesia modern yang dicita-citakan adalah Indonesia yang maju dan dinamis, dengan ciri utama tataran sosial yang adil, terbuka dan demokratis dalam tatanan sosial serupa itu amat diperlukan kesuburan berpikir warganya yang memperkaya wawasan dan pandangan dalam banyak pilihan dan alternative. Seorang kader cendekia harus menyiapkan diri untuk mampu mendukung usaha pengkayaan intelektual yang subur dengan pilihan dan alternatif itu. Kebiasaan mempelajari sesuatu dalam pendangan perbanidngan (comparative perspective) dengan sendirinya amat-amat diperlukan oleh seorang kader yang berintegritas dan kreatif.

Integritas Kader Muslim Cendekia, Manifestasi dan Peran Historisnya Dalam Konteks Indonesia Modern Oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid. (Pokok-Pokok Pikiran Sebagai Bahan Diskusi Untuk Kongres HMI ke-19 Pekanbaru, 2 Desember 1992).

Yosodipuro 81, 12.12 WIB. Senin, 17 Maret 1997.

Ditulis kembali di Perum Griya Cipta Laras Blok  Bulusulur Wonogiri 

 Selasa, 26 Desember 2006 Pukul 02.30 WIB.

Relfeksi bagi kader 17 Februari 2023




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline