Tersebar berita di berbagai media tentang pemerintah akan memberi amnesti pada 44.000 penghuni penjara. Menurut Menteri HAM, Natalius Pigai, menyebut kemanusiaan menjadi alasan di balik pembebasan ribuan penghuni penjara itu. Salah satu media yang memberitakan itu adalah Kompas, seperti bisa di baca di sini: (klik di sini).
Sudah banyak riset tentang penghuni penjara. Salah satunya bisa dibaca di sini: (klik di sini). Berbagai riset itu menyebut sekitar 30% isi penjara di negeri mana pun adalah para sociopaths atau psychopaths. Secara akademis mereka disebut sebagai penyandang ASPD (Antisocial Personality Disorder), karena memang mereka menyandang mental disorder. Jumlah mereka berkisar 1-3% di populasi dengan berbagai tingkatan dari yang mild ke severe.
Sebagian besar dari mereka yang dalam penjara ini akan mengulangi perbuatan salah mereka, hingga berulang-ulang, karena otak mereka memang berbeda, sehingga cenderung melanggar norma sosial atau aturan, atau hukum.
Jadi jika ribuan penghuni penjara Indonesia diberi amnesti, maka perlu dipikirkan tentang bagaimana cara mengawasi & memperlakukan para sociopaths ini di tengah masyarakat.
Salah satu usul yang perlu dipertimbangkan adalah memberi edukasi pada masyarakat tentang keberadaan para sociopaths dan cara bersikap pada para sociopaths (30% dari populasi) di tengah masyarakat. Sebagian dari para sociopath ini mampu menampilkan diri sebagai orang suci berlabel agama ini-itu, orang terhormat, sukses di dunia usaha, atau karir, hebat, politik, terdidik, dll. padahal mereka mampu merugikan orang lain atau masyarakat.
HAM tentu penting, dan sains juga penting. Jika keduanya bisa dikedepankan, tentu Indonesia bisa lebih baik.
Ini kutipan dari link di atas:
Locking away anyone with a mental illness, including psychopathy, without treatment does not make society safer. Instead, studies show that the practice only promotes recidivism and more antisocial behavior. If the criminal system's role is to ensure public safety, it must treat and manage psychopathy---and all mental illnesses---through evidence-based approaches, rather than merely passing moral judgment. If it does not, our jails and prisons will continue to be incubators of public danger.
M. Jojo Rahardjo
Satu-satu penulis yang sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan