Gender identity itu sangat kompleks dan mungkin menjadi tidak elok jika didiskusikan oleh mereka yang awam tentang biologi atau kedokteran, terutama jika gender identity didiskusikan dengan mengacu pada kitab-kitab kuno atau mitologi.
Dampak dari kompleksnya gender identity tergambar di beberapa penyelenggaraan olahraga, seperti yang baru-baru ini terjadi di Olimpiade Paris 2024. Seorang petinju dari Algeria menjadi kontroversi, yaitu Imane Khelif 25 tahun. Banyak media (apalagi di medsos) memberitakannya sebagai petinju pria yang bertinju dengan petinju perempuan. Banyak pihak beranggapan, bahwa pertandingan tinju yang diikuti Khelif menjadi tidak adil, karena ia dianggap seorang petinju pria yang melawan petinju perempuan. Padahal Khelif sudah banyak mengikuti pertandingan tinju internasional dan dianggap petinju perempuan. Ia bahkan beberapa kali pernah kalah dalam berbagai pertandingan.
Apa gender sebenarnya dari Imane Khelif? Pria atau perempuan? Khelif saat lahir dinyatakan sebagai perempuan oleh para dokter persalinannya. Ia memiliki organ perempuan. Maka itu orangtuanya dan lingkungannya membesarkannya sebagai seorang perempuan. Meski begitu Khelif tidak terlihat seperti perempuan pada umumnya.
International Olympic Committee (IOC) memiliki aturan yang sederhana atau kriteria sendiri tentang gender identity untuk menentukan mana atlit perempuan dan laki-laki. Menurut IOC, Imane Khelif adalah atlit perempuan.
Aturan IOC ini berbeda dengan Women's World Championships di New Delhi setahun sebelumnya yang menyatakan Imane Khelif bukan atlit perempuan, karena salah satu alasannya: Khelif memiliki 'testosterone level' yang tinggi untuk seorang perempuan. Padahal 'testosteron level' bisa diakali dengan beberapa cara.
Sebagaimana yang sudah disebut di atas, Khelif dinyatakan sebagai perempuan oleh para dokter saat ia dilahirkan dan keluarganya membesarkan Khelif sebagai perempuan, karena Khelif memang memiliki organ perempuan. Namun yang doyan buku Pulitzer mungkin pernah baca novel berjudul "Middlesex" by Jeffrey Eugenides, 2002. Bagi yang sudah membacanya mungkin tidak bakal terlalu gampang untuk mendiskusikan soal LGBTQ atau mereka yang disebut transgender atau juga intersex.
Jeffrey, penulis novel itu, sempat disangka seorang dokter yang menulis kasus intersex, karena kedalaman materi intersex pada novel itu. Bahkan para dokter juga menyangka begitu. Sehingga perlu membaca novel ini terlebih dahulu untuk mendiskusikan kasus Imane Khelif.
Khelif masih akan terus bertinju di laga Olympic dan berpeluang mendapat medali emas, sementara itu netizen masih akan terus melemparkan berbagai disinformation atau misinformation tentangnya.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H