Lihat ke Halaman Asli

M. Jojo Rahardjo

Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Menolak Israel, karena Alasan Kemanusiaan, Katanya?

Diperbarui: 28 Agustus 2023   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Kompas.com

Sesaat setelah FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, beredar berita di berbagai media, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto menyampaikan penegasannya, bahwa seluruh kadernya menolak Timnas Israel di U-20.

Hasto menegaskan sikap Ganjar dan Koster menolak kedatangan Timnas Israel merupakan bentuk kepedulian terhadap kemanusiaan (klik di sini).

Benarkah penolakan PDIP terhadap Israel berlandaskan kemanusiaan?

Soal politik tentu amat pelik. Bisa berbusa-busa mulut Anda saat mendiskusikannya, apalagi soal Konflik Israel-Palestina. Namun tetap saja ada yang bisa kita diskusikan dengan cara yang elegan atau dengan cara yang lebih akademis.

Diskusi itu bisa kita mulai dengan pertanyaan: Bagaimana mengukur kemanusiaan?

==0==

Yuval Noah Harari, sejarawan, filsuf, bilang kira-kira begini: "Man's success was due to its ability to create and sustain grand, collaborative myths."

Kemampuan manusia menjadi penguasa dunia karena kemampuannya mencipta dan mempertahankan konsep dalam bekerjasama (collaborative myths) sepanjang proses evolusinya, setidaknya sejak 300 ribu tahun lalu (bahkan lebih), namun Harari menyebut: sejak 70 ribu tahun lalu.

Dari mana collaborative myths itu muncul?

Tentu Harari sudah menjelaskannya, namun berbagai riset neuroscience menjelaskannya lebih detil melalui berbagai temuan, bahwa setiap perbuatan baik (altruism) berakar pada naluri untuk bertahan hidup sebagai 1 kelompok atau 1 species. Lebih spesifik lagi, ada beberapa hormon yang tersedia di tubuh manusia untuk mendorong kemampuan bertahan hidup sebagai sebuah species. Setidaknya ada 4 hormon yang sering disebut hormon positif: Oxytocin, Serotonin, Dopamine, Endorphins.  

Oxytocin yang sering disebut sebagai hormon cinta mendorong ikatan yang kuat antar anggota kelompok (species). Hormon ini terpicu keluar karena sentuhan lembut dari anggota lain (atau sebaliknya), belaian, atau hanya sekedar berada di dekat 1 anggota, termasuk berada di dalam kelompok. Itu semua adalah berbagai bentuk perbuatan baik kepada anggota atau kepada seluruh kelompok dan sebaliknya. Semua itu dipicu oleh adanya hormon ini.

Loretta Breuning Ph.D. yang terkenal dengan Inner Mammal Institute menjelaskan dengan detil mengenai seluruh hormon positif itu di websitenya atau di Youtube channel-nya. Artikel pendek ini (klik di sini) bisa menjadi pengantar untuk mengenal apa itu positive hormones yang pasti penjelasannya akan terdengar asing bagi yang awam terhadap neuroscience.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline