Lihat ke Halaman Asli

M. Jojo Rahardjo

Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Menteri Kesepian di Jepang? Ada Apa?

Diperbarui: 22 Februari 2021   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Kompas.com

Pandemi, sebagaimana sudah disebutkan oleh berbagai survei dan riset memberi dampak buruk, yaitu stres atau depresi. Di beberapa negeri, kondisi mental yang buruk ini menyebabkan naiknya angka agresivitas. Di negeri lain, seperti Jepang, angka bunuh diri yang menaik.

Di negeri seperti Amerika dan beberapa negeri lain di Eropa, kondisi mental yang menurun ini ditunjukkan dengan banyaknya warga yang lebih mudah menunjukkan pembangkangan pada pemerintah. Padahal pemerintah sedang berusaha menerapkan berbagai aturan baru untuk menahan laju penyebaran COVID-19. Kita bisa lihat sendiri di berbagai berita, ada warga yang demo atau bahkan melakukkan kerusuhan hanya karena tak mau memakai masker atau physhical distancing.

Di Indonesia mungkin lain lagi, media sosial dipenuhi dengan berbagai fitnah, hoax atau hasutan agar tak percaya pada pemerintah. Tokoh agama dan tokoh masyarakat tak sedikit yang melakukan perbuatan melawan hukum ini. Bahkan anggota DPR yang seharusnya bahu-membahu bersama pemerintah malah mengeluarkan hasutan agar masyarakat menolak vaksinasi.

Itu semua menurut riset sains adalah gejala dari menurunnya kesehatan mental masyarakat. WHO, dan berbagai badan kesehatan lainnya sejak awal pandemi sudah mengingatkan agar waspada pada menurunnya kesehatan mental di masa pandemi ini. Bunuh diri, agresivitas, dan kehilangan akal sehat itu hanya salah satu kerugian dari menurunnya kesehatan mental. Yang juga harus diwaspadai adalah juga menurunnya produktivitas masyarakat. Padahal justru itu yang penting di masa pandemi ini agar pandemi tidak menenggelamkan kita dalam krisis multi dimensi.

==o==

Berkaitan dengan dampak pandemi itu, setiap minggu saya membuat 4 video bersama istri saya, Desny Zacharias Rahardjo. Isinya apa lagi kalau bukan laporan dari berbagai riset neuroscience atau positive psychology. Sekarang jumlah video itu hampir 100 videos.

Video yang saya buat kemarin (klik di sini), kebetulan bernada sama dengan berita tentang Menteri Kesepian yang baru ditunjuk di Jepang (klik di sini). Menteri baru itu ditunjuk karena angka bunuh diri meningkat tajam di masa pandemi ini.

Pada otak mereka yang bunuh diri ditemukan kadar cortisol yang terlalu banyak dan terlalu lama. Kondisi itu juga disebut depresi. Kesepian salah satu yang memicunya. Tentu masih banyak lagi pemicu lainnya. Seperti kecemasan akan masa depan yang menjadi buram karena pandemi ini, dan lain-lain.

Untungnya, menurut beberapa riset sains terakhir: tidak sulit untuk mencegah depresi yang memicu munculnya cortisol di otak yang terlalu banyak dan terlalu lama itu.

Sejak tahun 2015 lalu saya giat mempromosikan berbagai riset neuroscience atau positive psychology agar lebih banyak orang bisa mengambil manfaat dari berbagai riset sains itu.

Saya bahkan sudah menerbitkan satu ebook khusus untuk menjadi pegangan, karena di dalamnya ada beberapa tips dari riset sains tentang bagaimana melalui krisis global yang disebabkan pandemi ini.

Semoga kita semua tetap sehat, tangguh dan akhirnya bisa selamat, bahkan melesat lebih baik lagi setelah pandemi ini berakhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline