Lihat ke Halaman Asli

Kejujuran Semakin Langka

Diperbarui: 24 Februari 2017   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari Jumat ini saya mengikuti shalat dan khutbah jumat di Mesjid Harakatul Jannah, Simpang Gadog, Ciawi. Itulah masjid yang memiliki menara Jam Gadang. Sekilas jam gadangnya mirip dengan yang terdapat di kota Bukittinggi. Yang berbeda hanya gonjong di puncak menara, tidak menggunakan model tanduk kerbau. Pada hal gapura masjid sudah menggunakan gonjong model tanduk kerbau, seperti rumah gadang Minangkabau pada umumnya. Karenanya teman saya memberi nama masjid itu sebagai masjid Minang. Memang sponsor masjid itu, Syahrul Effendi, berasal dari Bukittinggi,  jadi warna ke-bukittiggian—tampak  pada masjid itu.

Seorang khatib  muda tampil memberikan khotbah Jumat. Katanya, keberkatan akan selalu menyertai  amal perbuatan kita  jika dilakukan dengan prinsip dan semangat kejujuran. Nabi Muhammad diberi suatu sifat yang disebut siddiq, yang artinya jujur. Beliau seorang yang jujur  yang seharusnya kita teladani. Keberkatan itu datang menghampiri kita dalam bentuk kemudahan, kemajuan, rezeki yang bertambah banyak, relasi yang semakin luas, dan sebagainya. Sebaliknya jika kita melakukan segala sesuatu dengan kecurangan dan kebohongan, yang peroleh adalah penghidupan yang semakin sulit, bisnis yang gagal, rezeki yang tersumbat dan seterusnya.

Masalah yang kita hadapi sekarang adalah semakin banyak orang yang  melupakan kejujuran. Kita pada akhirnya tidak percaya lagi kepada siapa-siapa. Anggota DPR misalnya, manalah kita bisa percaya dengan ucapannya, kalau setiap hari yang diberitakan di media cetak dan elektroik, adalah perbuatan mereka melakukan korupsi. Bisakah kita percaya kepada para pimpinan lembaga tinggi  negara, jika masih ada yang tertangkap OTT oleh KPK. Mana pula kita bisa percaya dengan Ketua DPR yang tersangkut kasus “papa minta saham”. Bagimana kita bisa percaya dengan pejabat—pejabat tinggi yang disumpah untuk berlaku jujur, tetapi terjadi kasus-kasus seperti BLBI, Bank Century, Hambalang dan sebagainya.

Ketidak-jujuran akhirnya meluas sampai ke lapisan bawah. Kalau tidak ekstra hati-hati kita akan tertipu oleh siapa saja, sejak pedagang buah, pedagang di pasar-pasar tradisional, sopir taksi, tukang ojek dan seterusnya.

Oleh sebab itu kesengsaraan dan kemiskinan yang melanda negeri kita ini sebenarnya bersumber dari ketidak-jujuran kita. Kita menjadi warga negara Indonesia yang dikaruniai Tuhan dengan sumberdaya alam melimpah, tapi rakyatnya tetap miskin sepanjang masa. Mari kita bandingkan dengan negara miskin sumber daya alam seperti Denmark, yang negaranya sangat dingin karena dekat dengan kutub utara. 

Tetapi hasi survey menetapkan Denmark adalah negara paling sejahtera di dunia. Rakyat di negara jtu konon tidak kaya-kaya amat, tetapi tidak ada yang miskin. Mereka semua hidup dalam kemakmuran.  Pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan modern dan sebagainya bagi seluruh rakyatnya. Kenapa hal itu bisa terjadi? Ternyata penyebabnya adalah semuanya,  baik rakyat maupun pemerintah, berpegang pada semangat kejujuran.

Demikianlah garis besar materi khotbah yang disampaikan khatib muda yang saya tidak ingat namanya. Saya hanya ingin share saja. Mudah-mudahan bermanfaat.

Sekian dulu salam kompasiana

M. Jaya Nasti




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline