Lihat ke Halaman Asli

Umat Islam Indonesia menjadi Semakin Fundamentalis dan Radikal?

Diperbarui: 26 Desember 2016   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai muslim beraliran moderat, saya merisaukan sebagian umat Islam menjadi semakin fundamentalis sehingga menjadi semakin radikal. Termasuk pula banyak teman-teman saya di Muhammadiyah, di ICMI dan Parmusi. Mereka semakin fundamentalis dan radikal.  Ada semacam euphoria dengan kesuksesan demo 411 dan 212.  Mereka semakin percaya diri dan bangga. Mereka semakin yakin bahwa umat Islam itu hebat dan kuat, sehingga bisa mengharubirukan Indonesia.   

Saya juga melihat Umat  Islam radikal itu semakin tidak rasional.  Lihat saja, kasus Sari Roti yang diboikot dengan alasan yang tidak masuk akal.  Ada protes karena gambar Cut Mutia memakai baju tradisional Aceh yang tidak berjilbab. Ada kritik kepada Yeni Wahid yang selalu memakai selendang. Pemimpin FPI tidak happy dengan kesebelasan Indonesia yang masuk final AFF, karena pemainnya banyak yang beragama Kristen.  Mereka membenci Ahok karena ia gubernur Jakarta, pada hal ia non muslim dan dari etnis minoritas Cina.  Lalu ada fatwa MUI tentang haramnya umat Islam memakai atribut natal tanpa menjelaskan atribut mana saja yang diharamkan.

Yang tidak jelas adalah sebagian umat Islam radikal yang dikomandoi oleh FPI itu sebenarnya meneladani langkah siapa?.  Soalnya, Nabi Muhammad SAW yang mereka tiru segenap langkahnya, tidak seperti itu. Nabi Muhammad tidak memusuhi penganut Yahudi, Kristen dan bahkan pengikut pagan sekalipun. Hal itu dibuktikan dengan disepakatinya Piagam Madinah yang digagas Nabi Muhammad untuk menciptakan kedamaian antar kelompok etnis dan agama di kota Madinah.

Selain itu, Nabi Muhammad sangat pemaaf dan tidak menyukai tindak kekerasan. Kemana-mana, Nabi Muhammad berdakwah dengan tangan kosong, bukan membawa pasukan yang bersenjatakan pentungan untuk memukuli orang-orang yang menolak seruannya untuk memeluk agama Islam. Nabi Muhammad tidak pernah berlaku zalim kepada siapapun. Termasuk kepada kaum munafik yang dalam al-Quran disebutkan secara jelas sebagai pendosa besar,  dan diakhirat kelak akan dimasukkan di alas neraka. Bahkan Nabi Muhammad hadir di rumah pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubbay sewaktu meninggal dunia.

Dalam al-Quran memang ada ayat-ayat yang menjelaskan tentang orang kafir. Namun keberadaaan mereka  bukan untuk dimusuhi.  Di dalam  kekhalifahan Islam mereka berhak menjalankan syariat agama yang mereka anut. Ada ayat dalam al-Quran yang memerintahkan kaum muslimin untuk tidak melakukan pemaksaan dalam beragama, yang terkenal dengan istilah “la ikraaha fid diin”. Perintah al-Quran itu diikuti dan dijalankan dengan konsekwen oleh para panglima pasukan Islam selama berabad-abad.. 

Setiap kali menaklukkan suatu wilayah, tidak diiringi dengan pemaksaan pindah agama kepada penduduknya. Mereka dibebaskan menganut agama masing-masing. Bahwa pada akhirnya sebagian besar penduduk di wilayah yang ditaklukkan itu pada akhirnya menganut agama Islam, hal itu bukan karena dipaksa, tetapi karena menerima kebenaran ajaran Islam.

Nabi Muhammad sendiri  adalah rasul  berpikiran maju, karena pergaulannya dengan berbagai bangsa dan agama.  Hal itu disebabkan sejak usia muda beliau, sebelum diangkat menjadi rasul,  beliau sudah sering bepergian mengikuti kabilah-kabilah dagang sampai ke Damsyik (Damaskus) Syria. Sebagai pedagang, beliau membeli barang-barang yang berasal dari mancanegara, untuk dijual lagi di Mekkah. 

Ada sutera halus buatan Cina yang penduduknya beragama Buddha atau Konghucu. Ada karpet-karpet mewah yang dihasilkan oleh pengrajin dari Parsi yang waktu itu masih beragana Majusi atau Zoroaster. Sedangkan Syria dengan ibukota Damsyik dikuasai oleh Kerajaan Bizantium yang menganut agama Nasrani.

Itulah sebabnya Nabi Muhammad bisa bersikap terbuka dan  menerima keberagaman.  Nabi Muhammad tidak membenci para penganut Yahudi dan Nasrani. Nabi Muhammad menyadari bahwa sebagian besar yang beliau pakai dan gunakan adalah produk-produk yang dihasilkan oleh non muslim. Hal itu disebabkan profesi orang Arab yang umumnya bukanlah produsen. 

Mereka paling-paling hanya menjadi peternak domba atau petani kurma dan anggur.  Sedangka tekstil untuk bahan pakaian adalah hasil produksi para pemeluk Nasrani.  Piring, cangkir dan gelas dari keramik dibuat oleh non muslim dari Cina. Bahkan bahan makanan seringkali harus didatangkan dari Syria, terutama pada musim paceklik. 

Lalu mengapa ada ormas FPI yang sangat membenci non Islam, dan selalu merasa paling benar sendiri. Mereka memandang bahkan sesama muslim yang tidak sepaham boleh dipentungi? Menurut dugaan saya, FPI itu sebenarnya penganut paham Wahabi. Itulah paham yang dianut  dan disponsori oleh kerajaan Arab Saudi dengan dana yang tidak terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline