Kalau urat malu seseorang sudah putus, maka orang itu tidak pedulian dengan penilaian orang banyak atau masyarakat luas terhadap dirinya. Ia masih tetap tersenyum dengan wajah riang gembira. Para pejabat dan anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi hampir semuanya melemparkan senyum. Pada hal mereka sebenarnya merasa ngeri akan mendekam di dalam tahanan dan jika terbukti bersalah akan tinggal lama di dalam penjara.
Tentu tidak hanya para koruptor yang sudah putus urat malunya. Ketua DPR, Setya Novanto yang bikin heboh karena mencatut nama presiden dan wapres juga sudah putus urat malunya. Meskipun terlibat tudukan berat terkait catut mencatut saham Freeport, SN selalu melemparkan senyum. Ia merasa dan meyakini dirinya tidak bersalah. Ia selalu berdalih, tidak mungkinlah ia mencatut nama Presiden dan Wakilnya, karena mereka berdua adalah simbol Negara yang mesti dihormati.
Tapi lain halnya dalam rekaman Maroef Syamsuddin, SN bersama pengusaha yang lebih dikenal sebagai mafia minyak Indonesia, Muhammad Riza (MR), saling bersahutan menjelek-jelekkan Presiden Jokowi. Mereka menyebut Jokowi keras kepala. MR mengatakan bahwa karena keras kepala itu Jokowi ngotot membatalkan pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri. Akibatnya Jokowi dimarahi Megawati di depan para pimpina KIH. Bahkan mereka berani menyatakan Jokowi akan dilengserkan jika tidak mau memperpanjang kontrak Freeport.
SN didukung oleh Aburizal Bakrie sedang berjuang mati-matian untuk menolak tuduhan melanggar etik anggota DPR, karena mencatut nama presiden. Pertama, mereka seiya sekata barang bukti berupa rekaman itu illegal dan tidak sah. Tapi mereka lupa, setiap kali berbicara dengan wartawan, para wartawan akan merekam pembicaraan itu, agar yang mereka tulis tidak keliru.
Kalau merekam pembicaraan illegal, maka tentunya seluruh warta-wan dilarang membawa alat perekam dalam mewancarai nara sum-ber mereka.
Kedua, di dalam rekaman tidak terdengar satu katapun tentang catut mencatut. Begitu kata SN membela diri. Begitu pula kata ARB membela temannya. Begitu pula kata para hakim MKD dari fraksi Golkar, Gerindra dan PAN.
Tapi SN, ARB dan FZ sama-sama tidak peduli bahwa dalam rekaman itu yang terdengar adalah suara dengan bahasa bercakap-cakap. Bisa saja percakapan itu tidak menggunakan kata catut mencatut. Yang terdengar adalah bahwa MR dan SN meminta agar 11% saham Freeport diberikan atas nama Jokowi dan diberikan juga 9% kepada JK agar mereka tidak ribut.
Pada hal baik SN maupun MR tidak pernah berbicara dengan Presiden mengenai hal itu. Pada hal Presiden tidak akan pernah mengutus mereka untuk berunding dengan Maroef Syamsuddin mengenai permintaan saham itu.
Mereka sebenarnya juga tahu bahwa Presiden Jokowi tidak akan pernah meminta-minta saham Freeport untuk dirinya. Pastilah Presiden Jokowi mengetahui bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk perbuatan korupsi untuk memperkaya diri sendiri. Perbuatan itu akan menguras pendapatan Negara dari sumberdaya alam Indonesia. Perbuatan itu akan merugikan rakyat Indonesia secara keseluruhan, dan tentunya juga rakyat di Provinsi Papua.
Sedangkan SN dan MR menggunakan nama presiden dan wakil presiden agar Freeport mau memberikan saham 20% yang tentunya untuk diri mereka sendiri.
Itulah yang sebenarnya dimaksud dengan mencatut nama presiden dan wakil presiden.®