Lihat ke Halaman Asli

Gaya Kampanye Jokowi, Kombinasi Tukulisme dan Praksisme

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi mengakui dirinya tidak ganteng. Tapi ia yakin lebih ganteng dari Tukul. Yang dimaksudkannya adalah Tukul Arwana,  pelawak dan sekaligus host acara Bukan Empat Mata di stasiun televisi Trans7.  Pada kesempatan lain Jokowi mengakui dirinya sangat kurus,  berat badannya hanya 54 kg. Bosnya di PDI-P Megawati Soekarno Poeteri (MSP), sudah berusaha membantu agar ia bisa lebih gemukan, dengan mengundangnya makan yang enak-enak. Tapi ternyata usaha itu belum berhasil, berat badannya masih tetap 54 kg. Pada kesempatan lain Jokowi bergurau. Ia harus berpasangan dengan JK,  karena tidak mungkin ia tanpa JK. Kenapa demikian? Karena tanpa JK,  maka panggilannya hanya tinggal o-owi.

Eep Saefuloh Fatah yang pernah menjadi konsultan politik Jokowi dalam Pilgub Jakarta 2012 menulis di Majalah Tempo bahwa sejatinya,  Jokowi adalah penganut politik “Tukulisme”. Paham politik Tukulisme adalah menjadikan perilaku Tukul sebagai model. Tukulisme adalah perilaku yang apa adanya,  tanpa topeng, tanpa polesan,  dan bahkan menjadikan kekurangan dirinya sebagai kekuatan, sebagai daya tarik, sebagai lelucon,   dan bahkan membiarkan orang lain menertawakannya.  Jadi, politik Tukulisme itu memandang lemah, tidak ganteng,  serba kurang,  jauh dari kesempurnaan dan atau tidak cemerlang,  sebagai sesuatu yang biasa,  yang tidak perlu ditutup-tutupi dan dipoles.

Tukulisme adalah juga gaya politik yang tidak suka menyerang orang. Ia menerima serangan lawan politiknya dengan kepasrahan, tidak menyerang balik,   sehingga serangan lawan itu menjadi lemah dan tumpul dengan sendirinya. Sewaktu masih Walikota Solo, Jokowi diserang Gubernur Tengah Bibit Waluyo dengan ucapan “bodoh”,  karena menolak pembangunan mal di bekas bangunan pabrik es. Jokowi membalasnya dengan mengakui bahwa “ia memang bodoh,  kok baru tahu ya?”.  Dengan jawaban itu,  serangan tajam sang gubernur langsung hilang ketajamannya, dan terhenti sampai di sana.

Dalam kampanye Pemilu 2014,  Jokowi menjadi sasaran kemarahan Prabowo Subianto,  capres dari Partai Gerindra.  Dalam berbagai kampanye terbuka,  Prabowo menyebut Jokowi sebagai pembohong,  pengkhianat, ingkar janji. Akan tetapi, semua serangan dan tudingan itu tidak dijawab dan  tidak dibalas oleh Jokowi. Ia rupanya kembali menjalankan salah satu pakem dalam politik tukulisme,  yaitu  “biarkan anjing menggonggong tapi kafilah (tetap) berlalu”.

Ternyata Jokowi tidak keliru. Yang terjadi justru sebaliknya,  sifat pemarah Prabowo mulai dipandang publik sebagai kelemahan mendasar pribadinya. Karenanya Prabowo dianggap tidak layak menjadi presiden. Rakyat takut mempunyai presiden yang pemarah. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, bisa saja ia akan menggebuk setiap lawan politiknya,  yang tidak setuju dengan kebijakan yang diambilnya,  sama dengan yang dulu dilakukan oleh mertuanya, Alm. Soeharto, sewaktu berkuasa. Sifat pemarah Prabowo itu akan menjadikan orang teringat pula dengan masa lalunya yang dtuduh melakukan pelanggaran HAM berat, yaitu penghilangan para aktifis yang sebagian masih belum ketemu kuburnya. Sifat pemarah Prabowo akhirnya bisa menjadi bola liar yang menghantam popularitasnya dan menggerus elektabilitasnya sebagai capres.

Dalam rangka memenangkan PDI-P pada Pileg yang akan berlangsung pada 9 April mendatang, Jokowi menjadi jurkam utama PDI-P. Semua petinggi PDI-P terlihat berada satu baris di belakangnya. Jokowi menunjukkan bahwa ia mampu bekerja keras tidak kenal lelah.  Ia juga mampu menguasai massa. Karenanya MSP bisa lebih santai dalam berkampanye. Puan Maharani ikhlas pergi jauh-jauh ke Indonesia bagian Timur untuk menggantikan Jokowi yang jadwalnya di Jawa dan Sumatera sangat padat.

Jokowi meneruskan gaya kampanye seperti di pilgub Jakarta, blusukan dan bertatap muka secara langsung dengan rakyat. Ia mendatangi tempat-tempat di mana rakyat berkumpul, di pasar atau mal. Ia kampanye sambil menikmati makan siang di warung kaki lima. Itulah kampanye yang murah meriah,  tidak memerlukan biaya besar untuk membuat baliho dan umbul-umbul raksasa. Hari ini (29/03/14) Jokowi akan kampanye menyisir jalan raya puncak,  dari pasar Cisarua sampai sejumlah mal di Cianjur.

Pakem berikutnya yang digunakan Jokowi sebagai penganut tukulisme adalah berbicara politik dengan bahasa rakyat. Ia tidak (belum) berbicara tentang berbagai konsep dalam rangka visi dan misinya sebagai presiden. Ia malah bicara hal-hal praktis yang mudah dipahami. Ia bicara kepada publik bahwa PDI-P memerlukan kemenangan yang besar dalam Pemilu Legislatif,  agar kalau ia menjadi presiden kelak,  tidak perlu melakukan banyak lobi-lobi, agar program pemerintahannya untuk menyejahterakan rakyat dan memajukan Indonesia  bisa cepat dilaksanakan. Oleh sebab itu ia meminta agar para pendukungnya mengajak tetangga dan teman-temannya untuk ramai-ramai mencoblos PDI-P.

Masih 12 hari lagi menjelang hari pencoblosan 9 April 2014 dalam Pemilu legislatif. Jokowi masih akan terus berkampanye untuk kemenangan PDI-P dan sekaligus sebagai langkah mempersiapkan kemenangan dirinya selaku capres pada Pilpres 9 Juli 2014. Ia sedang bertanding cepat dengan para jurkam dan capres parpol-parpol lain. Jokowi masih harus membuktikan bahwa politik tukulisme yang dia jalankan dalam kampanye jauh lebih efektif dari politik pencitraan yang digunakan oleh SBY dari Partai Demokrat dan  ARB dari Partai Golkar. Bahkan  Jokowi juga harus membuktikan bahwa politik tukulisme yang dia lakukan mampu mengalahkan gaya kampanye penghujatan dan marah-marah ala Prabowo dari Partai Gerindra.

Ciawi,  29 Maret 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline