Lihat ke Halaman Asli

Menanti Takdir

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum Pemilu Legislatif (pileg),  Dahlan Iskan menggunakan semboyan “menjemput takdir” untuk perjuangannya menjadi RI-1. Setelah Partai Demokrat (PD) kalah dalam perolehan suara, Dahlan Iskan menggantinya menjadi “Menanti Takdir

Para “dahlanis”, seringkali  menggunakan semboyan “menanti takdir” tersebut untuk memperkuat argumen mereka, mengapa Dahlan Iskan belum diumumkan sebagai pemenang konvensi capres Partai Demokrat. Mereka menulis bahwa Dahlan sekarang sedang menunggu takdirnya. Bahkan banyak “dahlanis” meyakini bahwa Dahlan Iskan sudah ditakdirkan Tuhan untuk menjadi RI-1. Mereka yakin, Tuhan pastilah akan memberikan pertolongan. Dengan kekuasaannya,  Dahlan Iskan akan memenangkan Pilpres 2014.

Jika anda beragama Islam (muslim),  percaya kepada takdir merupakan rukun (tiang) keenam dari keimanan. Takdir dapat diterjemahkan sebagai adanya kekuasaaan, ketentuan atau ketetapan Tuhan pada diri kita, pada nasib dan peruntungan kita. Setiap muslim haruslah mempercayai dan menerima dengan sikap tawakkal (berserah diri sepenuhnya)  atas ketentuan dan ketetapan Tuhan itu.

Sebagai implikasi dari keimanan kepada takdir tersebut, maka setiap muslim tidak boleh menyesali nasibnya yang kurang beruntung. Tidak boleh marah kepada Tuhan yang telah menentukan nasibnya sebagai orang miskin,  orang tidak berpunya,  orang yang cacat, orang yang terlahir sebagai anak jembel dan sebagainya.

Meskipun demikian, suatu hal kurang dipahami oleh banyak orang, takdir itu sendiri sebenarnya bersifat dinamis. Oleh sebab itu, takdir haruslah dipahami pula sebagai output dari suatu proses yang disebut “ikhtiar”. Tuhan memberi kesempatan setiap manusia untuk mengubah takdir masing-masing. Perubahan akan terjadi jika setiap orang melakukan ikhtiar guna mencptakan takdir-takdir terbaru yang ditetapkan Tuhan kepada diri kita.

Sebagai contoh, Dahlan Iskan melalui masa kanak-kanak dan remaja dalam  kemiskinan. Beberapa puluh tahun kemudian ia sudah menjadi pemimpin suatu grup media terbesar di Indonesia dan sudah kaya. Beberapa tahun kemudian, takdirnya berubah lagi, ia menjadi Direktur Utama PLN. Sekarang, takdirnya adalah menjadi Menteri BUMN, dan menjadi peserta konvensi capres Partai Demokrat, dengan posisi ranking tertinggi. Semua perubahan itu diciptakan oleh Dahlan Iskan melalui ikhitiar dengan semboyan kerja, kerja, kerja.

Agar manusia bisa menciptakan takdir yang lebih baik, Tuhan menyuruh manusia untuk mendayagunakan secara otimal ‘karunia-karunia kemanusiaan” yang diberikannya. Karunia-karunia kemanusiaan itu digunakan untuk memproduksi dan mengolah “karunia-karunia kehidupan” yang telah disediakan Tuhan. Kepada kita disediakan bumi sebagai tempat bermukim dan menjadikannya sekaligus sebagai sumber-sumber kehidupan, baik yang terkandung di dalam perut,  maupun di permukaan bumi.

Selanjutnya, Tuhan mengingatkan bahwa takdir terbaru, dalam pengertian  perubahan  nasib,  hanya bisa terjadi jika kita terlebih dahulu  merubah berbagai hal yang ada di dalam diri kita. Banyak orang yang memiliki sikap mental dan perilaku negatif, seperti malas, tidak ada kemauan untuk berubah, lebih menyukai kerja santai ketimbang kerja keras, dan sebagainya. Sikap mental dan perilaku itu harus dirubah terlebih dahulu, sebagai prasyarat setiap orang mau berikhtiar untuk  melakukan perubsahan nasib. Jika tidak, maka orang-orang itu akan terperangkap untuk selamanya berada dalam kemiskinan dan kebodohan.

Selain itu,  terdapat pula faktor lain yang disebut “sunnatullah” yang mempengaruhi keberhasilan setiap orang dalam melakukan perubahan. Sunnatullah merupakan hukum sebab- akibat yang berlaku secara umum, yang seringkali di luar kemampuan kita mengendalikannya. Contoh sederhana dari sunnatullah adalah kejeblos ke selokan basah,  terbakar api hangus.

Contoh lainnya, segala ikhtiar Dahlan Iskan untuk memenangkan Pilpres 2014 akan terbuang percuma, jika Panitia Konvensi Partai Demokrat melakukan kecurangan. Bukan dia yang ditetapkan menjadi sebagai pemenang konvensi capres meskipun rankingnya tertinggi. Atau,  dia ditetapkan sebagai capres oleh Partai Demokrat, tetapi waktunya sudah terlambat, sehingga ia tidak mempunyai cukup yang  waktu untuk berkampanye secara efektif. Dia  tidak  mempunyai kesempatan untuk mendayagunakan secara optimal potensi yang dimilikinya. Akibatnya tidak banyak rakyat yang mengetahui kehebatannya dan karya-karyanya yang spektakuler.

Ciawi 5  Mei 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline