Dalam situasi terpuruk karena kekalahan dalam Pemilu Legislatif yang lalu, banyak petinggi Partai Demokrat (PD) yang menunjuk pihak lain sebagai kambing hitam. Para petinggi Partai Demokrat menyalahkan peserta konvensi capres yang dipandang tidak memberikan kontribusi yang memadai, sehingga perolehan suara partai itu anjlok tajam. Mereka sepertinya mengabaikan fakta bahwa anjlognya perolehan suara itu disebabkan banyaknya kader partai yang terlibat korupsi yang menyebabkan rakyat marah dan muak.
Setelah pemenang konvensi capres PD diumumkan kemarin, selain basa basi memuji 11 peserta konvensi, para petinggi partai demokrat, termasuk SBY bersuara yang sama. Mereka mengakui bahwa elektabilitas peserta konvensi masih kalah dari capres lain. Terkesan, mereka sepakat bahwa peserta konvensi capres kalah mutu dibandingkan Jokowi dan Prabowo. Mereka tidak mau mengakui bahwa elektabilitas peserta konvensi capres rendah sebenarnya karena kesalahan mereka sendiri dalam penyelenggaraan konvensi capres. Dan hasilnya adalah kesia-siaan.
Peserta konvensi hanya menerima amplop tertutup hasil penilaian terhadap diri mereka. Tetapi tidak ada kepastian mengenai nasib mereka selanjutnya. Pada hal mereka sudah menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk mengikuti rangkaian acara debat peserta yang dilaksanakan di berbagai kota, dimulai dari Sumatera sampai ke Maluku.
Berbagai media misalnya menyorot konvensi capres partai demokrat dilaksanakan setengah hati. Tidak disediakan anggaran yang memadai, untuk memungkinkan acara konvensi capres dapat diikuti oleh publik secara luas. Akibatnya acara debat peserta tidak disiarkan oleh televisi nasional, baik melalui siaran langsung atau siaran tunda.
Selain itu, kegiatan konvensi capres dilaksanakan dalam waktu yang sangat panjang, sekitar 8 bulan, pada hal pemenangnya sebenarnya diketahui sejak 3 bulan yang lalu. Pengumuman pemenang bahkan dilakukan sangat terlambat, hanya empat hari menjelang batas waktu pendaftaran capres/cawapres.
Tentu kondisinya sangat berbeda jika pemenang konvensi capres sudah diumumkan sebulan sebelum Pemilu legislatif. Pemenang konvensi capres PD yang berarti adalah calon presiden PD, tentunya akan mengerahkan segenap potensi dan sumberdaya yang dimilikinya untuk meningkatkan perolehan suara PD, sekaligus untuk meningkatkan elektabilitas dirinya sebagai capres PD. Jika hal itu dilakukan, barulah cukup adil untuk menyatakan bahwa capres PD kalah mutu dibandingkan dengan capres dari PDIP, Gerindra atau Golkar.
Pada saat diumumkan, Dahlan Iskan selaku pemenang konvensi capres sudah terlambat dua hari untuk mengundurkan diri dari jabatan Menteri BUMN. Sehingga meskipun menang, sesuai ketentuan yang berlaku, ia tidak bisa lagi diajukan sebagai capres atau cawapres. Jelaslah hal itu merupakan kesalahan fatal yang dilakukan Panitia Konvensi Capres PD yang tidak memperhatikan ketentuan tersebut dalam membuat agenda konvensi.
Memang ada info dari dahlanis bahwa sebenarnya Dahlan Iskan sudah mengajukan permohonan mengundurkan diri pada November 2013, sehingga surat itu bisa digunakan untuk memungkinkan Dahlan tetap ikut nyapres. Namun setelah mengetahui dirinya adalah pemenang konvensi capres PD, Dahlan Iskan tidak mengklarifikasi info tersebut. Dengan demikian, Dahlan Iskan memang telah mengubur peluangnya untuk dicapres atau dicawapreskan. Ia memberikan dengan legowo memberikan kesempatan kepada peserta konvensi capres lain untuk maju, seperti Pramono Eddy Wibowo.
Mungkin sebagai bentuk protes, Dahlan Iskan tidak hadir dalam acara pengumuman pemenang konvensi capres PD, yang disampaikan langsung oleh SBY selaku Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi PD. Kepada wartawan Dahlan Iskan di Kantor Kementerian BUMN (16/5/2014) menyatakan "Ibaratnya dapat cokelat yang enak tapi cokelat sudah diambil orang. Misal saya senang tapi harus realistis. Semakin sulit atau mustahil jadi capres atau cawapres".
Dahlan menyadari realitas tersebut, karena hanya tiga hari menjelang batas waktu pendaftaran capres dan cawapres, PD masih belum bisa memastikan arah koalisinya. Opsi yang tersedia masih cair, dengan 4 pilihan; bergabung mendukung Jokowi, bergabung mendukung Prabowo, membentuk poros baru dan terakhir menjadi partai oposisi sekaligus menjadi penonton Pilpres 2014.
Tapi, sebagaimana diakui sendiri oleh SBY, membentuk poros baru tidak mudah karena PD hanya mempunyai modal 10% kursi di DPR. Sedangkan Golkar, sebagai satu-satunya harapan untuk diajak bermitra membentuk poros baru, belum memberikan jawaban positif. Mereka bahkan lebih cenderung merapat ke poros Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H