Lihat ke Halaman Asli

Berobat dengan Kartu BPJS

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Karena sudah manula, saya mulai berhadapan dengan banyak penyakit yang menggerogoti tubuh. Salah satunya adalah gigi yang mulai rapuh, mudah berlubang karena dipakai terus menerus puluhan tahun.

Pada suatu pagi,  sebagian dari geraham saya pecah. Geraham itu sudah ditambal sekitar dua puluh tahun yang lalu. Saya merasa,  selain bagian yang pecah itu, bagian lainnya masih kuat dan tidak sakit. Jadi yang diperlukan adalah ditambah ulang. Akan tetapi dokter gigi langganan saya berpendapat geraham itu mesti dicabut.

Lalu saya teringat kartu BPJS yang sudah saya dapatkan enam bulan yang lalu. Mungkin cabut gigi termasuk dalam layanan BPJS. Maka saya datang ke Puskesmas Ciawi yang mempunyai fasilitas layanan dokter gigi.

Setelah melakukan pemeriksaan dan mendengarkan penjelasan saya tentang geraham tersebut,  dokter membuatkan surat rujukan untuk perawatan di Klinik Konservasi Gigi di RSUD Ciawi. Dokter itu setuju sebaiknya geraham saya tidak usah dicabut, tapi diusahakan untuk dirawat dan ditambal ulang. Ia menambahkan bahwa dulu bahan yang digunakan untuk tambal gigi masih mengandung unsur merkuri, yang punya sifat bisa membesar. Jadi geraham saya yang pecah disebabkan oleh membesarnya tambalan itu.

Di RSUD Ciawi, pada mulanya  saya menemui masalah antrian yang panjang dan banyaknya orang berobat menggunakan kartu BPJS atau Jamkesmas. Dari seluruh pelosok Bogor berdatangan ke RSUD Ciawi. Datang ke RS pada jam 7.30 saya mendapatkan nomor urut 185. Pelayanan administrasi pasien untuk pengesahan kartu BPJS hanya ditangani oleh 2 komputer saja. Jadi harus menunggu cukup lama. Sesudah mendapatkan secarik kertas yang mengesahkan kartu BPJS dan surat rujukannya, harus antri lagi di loket, kali ini untuk mendapatkan nomor urut antrian di klinik yang dituju. Saya mendapatkan nomor 19 dari 20 pasien yang datang berobat.

Rupanya para pasien BPJS sudah punya cara untuk mengantisipasi masalah antrian tersebut. Supaya tidak berebutan,  para pasien atau mengambil inisiatif untuk mengharuskan setiap orang mengisi kertas daftar antri. Gunanya adalah untuk mendapatkan nomor urut pasien di BPJS center. Semakin pagi mengisi kertas daftar antri tersebut akan mendapatkan nomor lebih kecil.

Jadi, jika ingin mendapatkan nomor urut kecil, ada yang datang pukul 2 dinihari ke RSUD. Ada yang pulang lagi jika rumahnya dekat dari RSUD. Kebetulan, rumah saya cukup dekat dengan RSUD Ciawi,  maka sekitar pukul 2 dini hari saya ke RS. Biasanya, jika datang pada jam itu akan mendapatkan nomor urut yang kecil, di bawah 20. Setelah itu  saya pulang lagi ke rumah melanjutkan tidur yang terganggu. Dengan nomor urut itu saya bisa mendapatkan nomor antrian 2-4 di klinik konservasi gigi.

Saya mendapatkan perawatan gigi sebanyak lima kali datang untuk keperluan mematikan saraf gigi dan ditambal sementara. Sebelumnya saya diberi surat untuk foto (rontgen) gigi. Pada akhirnya geraham saya ditambal permanen. Dokter menyarankan agar setiap 6 bulan saya datang lagi untuk memeriksa kondisi geraham tersebut.

Sebelumnya, saya biasanya melakukan perawatan ke dokter gigi yang buka praktek tidak jauh dari rumah.  Setiap kali datang membayar antara Rp 150 ribu sampai 200 ribu. Pernah juga saya ke klinik gigi di RSUD Ciawi juga,  karena dokter gigi langganan saya cuti selama sebulan. Sebagai pasien umum, waktu itu belum ada BPJS, pada kunjungan pertama saja,  saya mengeluarkan biaya Rp 450 ribu,  untuk biaya pendaftaran, pemeriksaan gigi oleh dokter dan rontgen gigi.

Sekarang,  dengan kartu BPJS, semuanya gratis. Saya hanya berkewajiban membayar premi asuransi BPJS untuk kelas satu Rp 59.500 setiap bulan. Kalau mau lebih ringan sebenarnya juga bisa, yaitu untuk rawat inap di kelas dua (Rp 42.500) atau kelas tiga (Rp 25.500) pr orang setiap bulan. Jadi jika jumlah anggota keluarga 4 orang, maka setiap bulan membayar premi BPJS sebesar Rp 220.000,- untuk kelas satu, Rp 170.000,- kelas dua  dan Rp 102.000 untuk kelas tiga.  Pengertian kelas adalah kelas kamar rumah sakit untuk keperluan rawat inap. Untuk gratis sama sekali juga bisa,  asalkan memenuhi kondisi sebagai orang sangat miskin, yang nantinya mendapatkan kartu Indonesia Sehat (KIS) dengan fasilitas setara dengan BPJS kelas tiga.

Oleh sebab itu,  seluruh keluarga seharusnya menjadi peserta program BPJS. Untuk itu setiap keluarga harus menambahkan satu pos pengeluaran yaitu biaya premi BPJS. Jika tidak menjadi peserta BPJS dan tidak pula memiliki KIS, maka harus siap menyediakan biaya kesehatan yang sangat mahal. Biaya operasi ringan saja plus rawat inap di rumah sakit puluhan juta rupiah. Jadi BPJS merupakan solusi terbaik bagi sebagian besar rakyat Indonesia.

Saya pikir, BPJS adalah prestasi terbaik pemerintah, meskipun baru mulai dilaksanakan pada Januari 2014,  tahun terakhir pemerintahan SBY.  Presiden Jokowi telah mempromosikan program ini dengan istilah baru yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi keluarga yang tergolong sangat miskin.

Sebagai program baru tentu masih banyak kekurangan yang harus terus disempurnakan oleh Pemerintah dalam hal ini Kemenkes. Kurangnya fasilitas di rumah sakit menyebabkan terjadinya antrian panjang giliran operasi dan antrian mendapatkan kamar di rumah sakit. Pasien yang sudah sakit parah tentunya tidak bisa menunggu berhari-hari, karena besar kemungkinan malaikat maut yang datang lebih dahulu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline