Lihat ke Halaman Asli

Bersedekah Tidak Harus Dengan Harta

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا وَاصِلٌ مَوْلَى أَبِي عُيَيْنَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عُقَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ الدِّيلِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرً

Sedekah atau sodaqoh adalah pemberian dari seorang Muslim secara sukarela atau ikhlas tanpa dibatasi oleh jumlah atau ukuran tertentu. Sedekah ini tidak harus dilakukan dengan memberikan harta, bahkan dengan memberikan senyum yang tulus bisa menjadi sedekah, atau seperti disebutkan hadis di atas, menggauli istri pun bisa menjadi sedekah. Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim, tentu sudah tidak diragukan lagi derajat kesahihannya dan menjadi hadis yang ke 25 dalam Ar’bain Nawawy (40 hadis terpilih). Latar belakang dari hadis ini adalah pertanyaan dari sebagian shahabat (menurut riwayat adalah para shahabat yang miskin dari kalangan muhajirin) yang merasa bahwa orang yang kaya bisa melakukan amalan lebih banyak, karena mereka bisa sholat dan berpuasa sebagaimana umumnya serta bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Kemudian Rosululloh menjawab banyak cara untuk melakukah sedekah, bisa dengan cara membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, amr ma’ruf dan nahi mungkar serta dengan kemaluan (jima’ / dhuhul). Para sahabat heran dengan jawaban yang terakhir dari Rosululloh tersebut sehingga bertanya “Masakkah dikatakan berpahala seseorang yang menyalurkan syahwatnya diantara kami?” Rasululloh menjawab pertanyaan tersebut dengan pertanyaan “Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan di jalan yang haram, bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala.

Setelah membaca hadis ini kita seharusnya memahami betapa Islam memberi kemudahan dan memahaminya dengan benar berdasarkan sebab-sebab terjadinya, bukan memaknainya secara terpisah. Sehingga seolah-olah Islam adalah agama yang meng agung-agung kan seks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline