Lihat ke Halaman Asli

Mizky Khilmia

Mahasiswa

Komunikasi Antarbudaya: Seni Memahami Perbedaan

Diperbarui: 30 November 2024   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komunikasi antarbudaya adalah proses interaksi antara individu-individu dari latar belakang budaya yang berbeda. Komunikasi antarbudaya merupakan sebuah seni yang menghubungkan manusia dari berbagai latar belakang di dunia yang penuh keberagaman ini. Komunikasi ini menghubungkan manusia dalam berbagai konteks dengan tujuan menciptakan harmoni. Namun, proses komunikasi ini tidak selalu mudah. Kita akan sering dihadapkan oleh tantangan ataupun hambatan seperti streotipe, prasangka, dan etnosentrisme. Lewat pengalaman pribadi, mari kita jelajahi bagaimana komunikasi antarbudaya menjadi fondasi penting dalam interkasi lintas budaya dan tantanganya.

Komunikasi internasional, komunikasi antar etnis, dan komunikasi antar ras berkaitan erat dengan komunikasi antar budaya. Komunikasi internasional melibatkan interaksi antarnegara dan individu dengan latar budaya yang berbeda. Komunikasi antar etnis berfokus pada interaksi kelompok etnis berbeda dalam satu negara, sedangkan komunikasi antar ras lebih menyoroti interaksi antara kelompok ras yang berbeda. Ketiga hal tersebut berkaitan dengan komunikasi antarbudaya yang menjadi dasar terbentuknya pemahaman di tengah keberagaman.

Dalam komunikasi antarbudaya ada tiga hambatan besar yaitu streotipe, prasangka, dan etnosentrisme. Stereotipe ialah pandangan umum, bisa dibilang menyamakan atau membuat penilaian dengan asumsi pada semua orang dalam kelompok tertentu. Prasangka yaitu pemikiran negative terhadap kelompok tertentu tanpa didasari pengalaman ataupun informasi yang memadai. Selanjutnya ada etnosentrisme yaitu sikap negative yang menilai budaya lain lebih rendah dan menganggap budayanya sendiri lebih superior. Semua itu dapat mencegah terbentuknya empati, kepercayaan, dan menjadikan sebuah interaksi antarbudaya menjadi tidak efektif dan terhambat.

Ketika kita bertemu orang baru khususnya orang dengan latar budaya yang berbeda, langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah menghargai perbedaan dengan tidak menghakimi atau menjelekkan nilai-nilai budaya dan tradisi mereka, tidak menilai orang berdasarkan stereotipe, prasangka maupun menciptakan asumsi yang buruk, serta mendengarkan percakapan dengan penuh empati.

Saya memiliki pengalaman berinteraksi dengan orang dengan latar belakang yang berbeda, saya sebagai orang Jawa khususnya di Jogja terbiasa mengobrol dengan nada rendah, intonasi pelan, dan lembut namun ketika berbicara dengan orang luar pulau Jawa contohnya orang dari daerah Sumatra, saya sedikit kaget ketika nada bicara mereka tinggi seperti memarahi padahal memang seperti itu nada bicara mereka. Adapun dari sisi bahasa antara Jawa dan Sunda, di Jawa kata "gedang" itu berarti buah pisang sedangkan di Sunda kata "gedang" memiliki arti buah papaya. Hal tersebut sebenarnya membuat bingung, tetapi pengalaman ini membuat saya belajar dan memahami keunikan budaya lain.

Seandainya saya menjadi seorang jurnalis, pemahaman tentang komunikasi antarbudaya memiliki pengaruh terhadap profesi yang saya jalani dikarenakan dengan pemahaman tersebut dapat membantu menghindari kesalahpahaman, dan juga berguna agar dapat beradaptasi ketika menjalankan tugas di lingkungan berbeda sehingga komunikasi dapat berjalan secara efektif dan dapat diterima oleh audiens yang beragam perbebedaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline