[caption caption="dari situs ahok.org"][/caption]Di luar masalah apakah secara pribadi saya dukung atau tidak dukung Ahok, saya merasa sedih atas perpecahan yang terjadi di antara netizen, khususnya Kompasiana, khususnya lagi pendukung Jokowi-Ahok. Wajar bila politik selalu dinamis, toh saat Jokowi mengajukan diri jadi presiden, maka pendukung Gerindra pun memisahkan diri untuk mendukung Prabowo. Saya perhatikan, pendukung Jokowi yang kini adalah gabungan antara yang memang tidak suka dengan Ahok, atau memang pendukung Djarot yang lalu dikecewakan.
Namun bukan berarti kita pun lalu harus saling memojokkan, saling mencap buruk, seolah kalau mendukung seorang politis ibarat mendukung setan.
Apalagi sekarang sebenarnya belum lagi masa untuk mendaftarkan calon. Pilkada belum dimulai, tapi kita semua saling serang seolah musuh besar, tak lagi saling kenal dan menjaga hubungan satu sama lain.
[caption caption="dari situs https://news.detik.com/berita/3166284/sahabat-djarot-mulai-bergerilya"]
[/caption]Sudah pastikah Ahok memisahkan diri dari Djarot? Dari pernyataan politik mungkin sudah. Tapi tolong diingat sampai sekarang itu hanyalah pernyataan politik. Pernyataan bukanlah pasti realita. Realita politik adalah suatu hal yang berjalan dari detik ke detik.
Realita saat ini menyatakan masih ada kemungkinan Ahok berpaling lagi ke partai, setelah ada kemungkinan Hanura dan PKB merapat. Nasdem punya modal 5 kursi, Hanura punya 10, PKB punya 6. Wajarkah Ahok tergoda untuk mencari satu lagi sekutu lalu berbalik deklarasi dukungan partai? Bisa saja.. tidak ada yang mustahil. Bagaimanapun pengusungan partai tetap jalur yang paling aman untuk mendaftarkan diri ke KPU dibanding pengumpulan KTP yang punya target tertentu dan ada resiko tidak lolos verifikasi. Manusia cenderung mencari jalan termudah untuk keuntungan dirinya, walaupun di mulut ia bisa saja menyatakan hanya mau maju lewat independen. Tidak pun tergoda, pasti di dalam pikiran Ahok punya hitung-hitungan.
Saya tidak bilang Ahok pasti berpaling. Hanya saja semua hal, dengan probablitas nol koma nol nol sekian persen, masih bisa terjadi perubahan. Dari kenyataan yang selama ini terjadi dalam sejarah pilkada Indonesia, satu-satunya detik yang memastikan pasangan si anu memilih wakil si anu adalah saat pendaftaran di KPU, yang akan terjadi Agustus nanti. Artinya pertarungan sebenarnya baru terjadi 5 bulan lagi.
Lalu mengapa kita berkelahinya sekarang?
Ada salah satu teman saya di media sosial yang bilang "Hati-hati teman-teman di partai, yang sekarang sibuk membully Ahok. Siapa tahu habis ini partai kalian deklarasi dukung Ahok. Tengsin kan?" Hal serupa berlaku untuk Pendukung Ahok (yang saya perhatikan sejauh ini pendukung jalur independen), jangan kepedean dulu dengan menyatakan partai itu jelek, ini dan itu. Lah siapa tahu habis kalian nyinyir seperti itu, partai tersebut deklarasikan dukungan ke Ahok kan? Siapa tahu ujungnya malah mayoritas partai lalu mendukung Ahok, kan?
Atau.. yang paling buruk dari segalanya dan paling tidak kita harapkan, siapa tahu juga Ahok tidak lolos verifikasi kan?
Maka mari kita gencatan senjata dulu. Pilkada belum dimulai. Belum saatnya caci maki dan hinaan keluar dari mulut kita masing-masing. Silaturahmi terlalu mahal hanya untuk ditukarkan dengan sebuah kupon dukungan.