Lihat ke Halaman Asli

Kadang Salahkan Peneliti, Kadang Hujan, Benarkah Tangan Bionik Iron Man Asli?

Diperbarui: 25 Januari 2016   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah diangkat tanpa dicek dulu kesahihannya oleh jurnalis, kini tangan bionik Iron Man dari Bali, Wayan Sumardana, diakui rusak sehingga mungkin tidak ada lagi cara kita untuk mengecek kebenaran klaim bahwa tangan itu benar bisa membantu orang disabilitas atau tidak.

Wayan Sumardana alias Tawan berkelit bahwa rusaknya alat itu karena diperiksa oleh peneliti. Sayangnya dia (mungkin) lupa kalau internet merekam seluruh kata-katanya. Kompas sebelumnya sudah terlanjur merekam omongannya sendiri bahwa tangan tersebut rusak akibat hujan. Ini dibenarkan sendiri oleh salah seorang Kompasianer, Agung Soni, yang lagi-lagi tampaknya diapprove begitu saja sebagai headline dan berita terpilih oleh admin Kompasiana tanpa cek dan ricek apakah informasi di dalamnya benar atau tidak http://www.kompasiana.com/takutpada-allah-/mengungkap-rahasia-lengan-robot-bli-tawan_56a597b63dafbdf80450453b. Lucunya, yang berkomentar di artikel tersebut langsung menyalahkan siapapun yang berusaha kritis terhadap klaim Tawan. 

Kontradiksi lainnya adalah Tawan awalnya berusaha mengklaim teknologi yang ia gunakan adalah Electroencephalography (EEG), yang kemudian dibantah sendiri oleh para ahli karena tak mungkin EEG cuma memindai gelombang otak dari bagian samping dan depan otak saja untuk bisa menangkap sinyal gerakan. Harusnya Tawan menangkapnya dari banyak arah. Sementara Tawan mengklaim kalau memegang alat ini, orang lain akan kesetrum, sementara kalau dirinya sendiri yang memegang, tidak mungkin tersetrum. Lah bagaimana mungkin alat scan EEG bisa nyetrum? Kasihan pasien yang hendak diperiksa rumah sakit kalau pakai EEG pasti akan tersetrum...

Tampaknya sadar dengan kesalahan klaimnya, Tawan lalu meralat lagi klaimnya, bahwa alat pindai yang ia gunakan adalah alat pendeteksi kebohongan, alias poligraf. Lah itu semakin kontradiktif dengan omongannya sendiri bahwa alat tersebut tidak bisa dipakai orang lain. Bagaimana mungkin alat pendeteksi kebohongan hanya bisa dipakai oleh satu orang, dan tak bisa dicoba orang lain. Bayangkan begitu repotnya polisi yang hendak memeriksa ribuan tersangka, harus membuat satu per satu alat pendeteksi kebohongan, karena tidak compatible antara satu tersangka dengan tersangka lain.

Jadi salah gue? Salah temen-temen gue? Kalau disuapi info tak masuk nalar oleh para Jurnalis, kita harus percaya begitu aja, gitu? 

Jurnalisme masa kini memang sudah memasuki masa nadirnya... Mereka pikir masih mudah membodohi para netizen untuk percaya begitu saja informasi yang mereka angkat dan tulis.  Dan mungkin betul juga salah satu artikel "pembela" Tawan yang membuat judul "Agar Alat Robotiknya Bergerak, Tawan Harus Terus BERBOHONG...."

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline