ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukan beberapa hal sebagai berikut : bahwa perang kemerdekaan II terjadi sebagai reaksi terhadap agresi Belanda II yang bertujuan untuk menghancurkan dan meniadakan Republik Indonesia hasil Proklamasi 17 Agustus 1945. Puncak perang kemerdekaan II dilakukan melalui perang gerilya berupa serangan Umum I Maret tahun 1949. Perang kemerdekaan II mendapat dukungan dari bangsa-bangsa Asia melalui konferensi New Delhi yang disponsori oleh India juga dari Negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan inisiatif Amerika Serikat mendapat dukungan pihak Australia. Reaksi dari dunia dari agresi Belanda II disalurkan melalui sidang Dewan Keamanan PBB. Sebagai pengaruh dari resolusi dari Dewan Keamanan PBB tersebut Belanda mengundang Bung Karno maupun PBB untuk segera mengadakan KMB yang diawali dengan persetujuan Roem - Royem yang bertempat di Jakarta. Demikian juga konfrensi antar Indonesia antara pihak Republik Indonesia dengan BFO yang dilakukan dua kali amok menghadapi KMB. Sebagai reaksi dari KMB yang sangat bersejarah sesudahnya adalah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pads tanggal 27 Desember 1949.
Agresi Militer II
Pada Juli 1948pemilihan umum di Belanda menghasilkan pemerintahan konservatif yang menolak kebijakan luwes yang sengketa Indonesia-Belanda. Kebijakan pertama pemerintahan baru itu adalah memecat van Mook dan menggantinya dengan Dr. Beel yang menjabat sebagai wakil tinggi mahkota +Ratu). Dibawah kepemimpinan Menteri wilayah seberang Lautan yang baru, A.M.J.A. Sassen, Belanda mulai menerapkan kebijakan yang keras, termasuk dibidang militer.
Melalui saluran diplomatik, Belanda mulai menyampaikan sejumlah tuntutan baru. Belanda antara lain menuntut agara pasukannya diberi wewenang untuk menjaga keamanan dalam negeri selama masa peralihan RIS. Jika tidak, maka seluruh TNI akan diintegrasikan kedalam tentara federal. Tentu saja permintaan itu di tolak pemerintahan Hatta karena akan menghancurkan sendi ketatanegaraan RI. penolakan ini kemudian menjadi dalih bagi Belanda untuk melancarkan serangan baru terhadapa RI.
Pengaruh perang kemerdekaan II
Pada 19 Desember 1948 dini hari, Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan tujuan menyingkirkan pemerintahan RI, Menghancurkan TNI, merebut daerah di pulau Jawa yang belum diduduki dan merebut seluas mungkin wilayah sumatra. Serangan dimulai dengan pendaratan pasukan patung di lapangan terbang Maguwo di Yogyakarta. Mereka kemudian bergabung dengan pasukan darat dan bergerak untuk merebut ibu kota RI itu.
Tidak seperti pada Agresi Militer I, serangan Belanda kali ini berhasil mencatat hasil besar di Sumatra. Setelah menghadapi perlawanan sengit dari pasukan TNI, pasukan Belanda berhasil merebut Bukittinggi. Demikian pula dengan Jambi dan Bengkulu. Bahakan kecuali Aceh, seluruh kota, pelabuhan, pabrik, dan jalan perhubungan di Sumatra telah jatuh ke tangan Belanda.
Persetujuan Roem-Royen
Pada bulan-bulan pertama setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II, Belanda mengadakan pendekatan-pendekatan politik. Perdana Menteri Belanda Dr. Drees mengundang Pro. Dr. Supomo salah seorang anggota Delegasi RI dalam perundingan lanjutan Renville untuk berunding. Undangan tersebut diterima oleh Indonesia dan merupakan pertemuan pertama setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II. (Kartodirdjo, 1975: 63).
Pemerintah Belanda mengirimkan undangan kepada Komisi Perserikatan Bangsa Bangsa untuk menghadiri KMB yang akan diselenggarakan pada tanggal 12 Maret 1949 di Negeri Belanda. Adapun maksud dari Konferensi tersebut adalah untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia selekas-lekasnya kepada suatu pemerintah federal yang dianggap mewakili Indonesia.