Lihat ke Halaman Asli

Dinasti Politik Merajalela, Apakah Masih Pantas Indonesia Disebut Sebagai Negara Demokrasi?

Diperbarui: 14 Mei 2024   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dinasti politik di Indonesia sudah muncul sejak orde lama, yakni dalam keluarga presiden pertama Indonesia, Soekarno. Keturunan Soekarno meneruskan profesinya sebagai politisi: Megawati Soekarnoputri, Sukmawati, dan Guruh Soekarno. Begitu juga Megawati Soekarnoputri yang terlihat ada gejala dinasti politik dengan terlibat aktifnya Puan Maharani dalam perpolitikan di Indonesia hingga akhirnya menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pada keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun demikian. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Eddie Baskoro, Hartanto Edhie Wibowo, Agus Hermanto, Sartono Hutomo, Dwi Astuti Wulandari, dan Agung Budi Santosa merupakan sederatan keluarga SBY yang terjun dalam perpolitikan di Indonesia.

Hingga saat ini, dinasti politik terus tumbuh berkembang. Dinasti politik, yang oleh masyarakat dianggap sebagai virus demokrasi pada awalnya muncul optimisme penyakit ini akan hilang dengan terpilihnya Jokowi sebagai penguasa karena dia bukan berasal dari keluarga elit politik. Namun anggapan itu ternyata salah, karena Jokowi telah tertular virus elit politik masa lalu yang melakukan nepotisme dan dinasti politik. Jokowi telah merestui anak dan menantunya Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon walikota Solo, dan Bobby Nasution, juga disinyalir akan maju sebagai wali kota Medan.

Kemenangan putra sulung dan menantu Jokowi dalam pilkada 2020 semakin membangkitkan isu politik dinasti di Indonesia. Presiden Jokowi dianggap ingin melanggengkan kekuasaan dengan menyukseskan orang-orang di pihaknya menjadi penguasa melalui berbagai macam manuver politik yang halus. Perkembangan isu politik dinasti pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo kemudian semakin menguat dengan adanya upaya untuk meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Kehadiran politik dinasti dalam negara demokrasi dapat menjadi mimpi buruk bagi bagi keberlangsungan prinsip demokrasi kedepannya. Adanya kekuasaan yang dipegang oleh segelintir orang dengan dasar ikatan keluarga dapat menciptakan celah yang besar terhadap KKN suatu pemerintahan. Negara demokrasi semestinya dapat membuka ruang partisipasi politik luas dan adil bagi seluruh masyarakat. Adanya dinasti politik dapat menciptakan ketidaksetaraan status sosial dalam kontestasi politik sehingga pada akhirnya menimbulkan kecacatan dalam etika dan representasi demokratis dalam berpolitik. Dalam mencegah hal ini, peran partai politik dalam memfilter calon pemimpin yang diusung berdasarkan kemampuan dan kualitasnya sebagai pemimpin menjadi sangat krusial guna mencegah maraknya praktik politik dinasti di Indonesia.

Meskipun seseorang yang terampil dalam politik dalam negeri dapat memimpin suatu negara atau wilayah, namun tindakan politik dapat memiliki dampak negatif terhadap stabilitas sosial dan pemerintahan yang demokratis. Hal ini terjadi ketika sekelompok orang atau sekelompok kecil orang memiliki ikatan yang kuat dengan institusi politik dan pemerintahan, yang memungkinkan mereka untuk menggunakan kekuatan dan akses ke sumber daya negara demi kepentingan pribadi mereka.

Pemerintahan atau lembaga politik yang dalam jangka waktu lama didominasi oleh satu keluarga atau kelompok juga dapat menghambat kemajuan dan perubahan sosial, merugikan legitimasi dan integritas pemerintah serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut. Penting untuk tidak hanya mempertimbangkan keterampilan kepemimpinan seseorang, tetapi juga prinsip-prinsip demokrasi, kohesi sosial, dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, mempertahankan dan memajukan praktik politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut sangatlah penting agar dapat mempengaruhi suatu daerah atau bangsa dalam jangka panjang. Selain itu, pendidikan dan pengajaran publik juga dapat membantu warga negara dalam memilih pemimpin yang taat hukum dan dalam menegakkan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan keadilan sosial dalam kepemimpinan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline