"Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang." - Ir. Soekarno.
Siapa yang tidak kenal dengan kata-kata legend dari presiden pertama indonesia tersebut? kata-kata itu sering sekali saya dengar dari guru-guru sekolah saya yang mungkin bertujuan untuk menyemangati kami, para muridnya.
Tapi, jujur saya sendiri awalnya tidak begitu memahami tentang makna kata-kata tersebut. Cita-cita yang setinggi langit itu seperti apa? Kalau jatuh di antara bintang-bintang maksudnya bagaimana?
Saya tidak dapat mencerna kata-kata itu dengan baik apalagi mencoba menerapkannya dalam kehidupan. Tetapi terus saja, saya mendengar kata-kata itu dan tetap saja tidak ada yang memberikan penjelasan ataupun contoh.
Akhirnya ketika saya memasuki dunia perkuliahan, dan itupun berada di semester enam, seorang dosen mata kuliah motivator menjelaskan tentang mimpi atau cita-cita.
Awalnya, pada setiap akhir sesi kelas, beliau selalu membuat satu titik dengan spidol di atas papan tulis atau lebih tepatnya di tembok kelas. Dan itu hampir selalu dilakukan ketika berada di ruangan yang berbeda sekalipun. Sampai satu waktu beliau menjelaskan:
"Kenapa saya selalu buat titik di sini (di tembok atasnya papan tulis)? Kenapa nggak di papan tulisnya? Atau di sini (di tembok bawah papan tulis)?"
Tanpa menunggu respon kami, para mahasiswa, beliau langsung menjawab, "Karena kalau di sini," sembari menunjuk tembok bawah papan tulis, "Kalau jatuh, bisa aja kesapu sama petugas yang bersih-bersih.
Kalau di papan tulisnya, " Sembari membuat titik, "Akan terhapus nggak ada jejaknya, sama seperti yang di bawah, hilang.
Tapi kalau di sini." Dan beliau membuat titik di tembok atasnya papan tulis, kalaupun jatuh, jatuhnya di sini." sembari menunjuk pembatas papan tulis. "Tidak akan jatuh ke bawah lantai kemudian tersapu dan hilang. paham?"